Senin, 20 Desember 2010

Kisah Perjalan Christian Gonzales Menjadi WNI

Cristian+Gonzalez Cristian Gonzalez Resmi Menjadi Warga Negara Indonesa (WNI) 
Penantian panjang Cristian Gonzalez menjadi Warga Negara Indonesa (WNI) akhirnya berakhir sudah. Setelah menunggu empat tahun lamanya, Gonzalez resmi menjadi WNI dari jalur naturalisasi pemain yang diajukan PSSI kepada Pemerintah RI.
Ketua Badan Tim Nasional (BTN), Iman Arif, menjelaskan Gonzalez dinaturalisasi karena ia memenuhi seluruh syarat administrasi dan syarat khusus yang ditetapkan oleh PSSI.Gonzalez telah memenuhi syarat dasar, yakni adanya surat ajuan menjadi WNI, lamanya tinggal di Indonesia, dan memiliki keluarga atau keturunan dari Indonesia.Gonzalez juga sudah memiliki keluarga setelah enam tahun lalu menikahi istrinya, Eva Norida Siregar dan dikaruniai empat anak, sekaligus ia menyatakan diri menjadi mualaf. Syarat lainnya adalah ia sudah menetap di Indonesia lebih dari enam tahun dan belum pernah kembali lagi ke negara asalnya, Uruguay.
Syarat yang paling utama menjadi pemain naturalisasi adalah skill bermain sepak bolanya berstandar internasional dan memiliki jiwa nasionalisme untuk membawa harum Indonesia di pentas sepak bola Internasional.
“Setelah melalui proses pembahasan secara matang, dan juga sesuai dengan kebutuhan kita, kami memutuskan hanya beberapa pemain saja yang lolos naturalisasi. Salah satunya Gonzalez,” kata Iman. source
BIODATA:
Nama lengkap: Christian Gerard Alvaro Gonzalez
Templat, tanggal lahir: Montevideo, Uruguay, 30 Agustus 1976
Tinggi / Berat Badan: 177 cm / 80 Kg
Posisi: Striker
Julukan: El Loco
Istri: Eva Nurida Siregar
Anak: Fernando, Florencia, Amanda, Michael
Nomor Punggung Klub: 99
Klub:
1990-1995 Defensor Sporting
1995-1997 Sud America – Main 1 – Gol 0
1997-1999 Huracan Ctes (status: pinjaman) – Main 3 – Gol 0
1999-2000 Sud America – Main 12 – Gol 1
2000-2003 Deportivo Maldonado – Main 22 – Gol 1
2003-2005 PSM Makassar – Main 26 – Gol 27
2005-2008 Persik Kediri – Main 83 – Gol 88
2008-2009 Persib Bandung (status: pinjaman) – Main 16 – Gol 14
2009- Persib Bandung – Main 38 – Gol 32

Ia adalah salah satu Penyerang yang paling mematikan sepanjang sejarah kompetisi sepakbola Indonesia. Kemampuannya dalam menendang, mencetak gol, penempatan posisi, visi permainan, dan sundulan adalah andalannya. Disamping kemampuannya, ia juga terkenal memiliki fisik yang prima.
Pada saat bermain di Uruguay, ia ditugaskan sebagai gelandang serang, tapi produktivitasnya dalam mencetak gol sangatlah kurang. Di penghujung tahun 2002, setelah sempat bermain untuk sebuah klub di Portugal, Campo Mayor, Cristian Gonzales memutuskan menerima sebuah tawaran bermain di Indonesia, negeri asal istrinya, Eva Nurida Siregar. Karena itu, pada Liga Indonesia (LI) IX/2003, Gonzales sudah berkostum PSM Makassar, klub pertamanya di Indonesia.
Setelah tinggal di Indonesia yang sebagian besar penduduknya muslim, Gonzales bisa mengenal lebih jauh dunia Islam. Karena sudah berinteraksi dengan masyarakat Indonesia, Gonzales mengenal Islam tidak hanya dari istrinya, tapi juga dari lingkungan sekitarnya. Tidak mengherankan kalau pria yang terkenal pendiam ini semakin memiliki kesan positif terhadap Islam.
Akhirnya, setelah menuntaskan musim pertamanya di Indonesia dengan mencetak 33 gol dan mengantarkan PSM menjadi runner-up LI IX/2003, Gonzales memutuskan masuk Islam pada tanggal 9 Oktober 2003.
Ustaz Mustafa, seorang ahli masjid di Masjid Agung Al-Akbar Surabaya, merupakan orang yang mengislamkan Gonzales. Sebagai seorang mualaf yang baru memeluk agama Islam, Gonzales masih memerlukan pembimbing.
Selain Ustaz Mustafa, Gonzales juga memiliki dua guru spiritual lainnya, yaitu Hj. Fatimah asal Mojosari dan Hj. Nurhasanah di Gresik.Seperti dituturkan Eva, Hj. Fatimah merupakan seorang kepala dusun yang sudah menjabat selama 30 tahun di daerah Mojosari. Sedangkan Hj. Nurhasanah adalah pemilik sebuah majelis zikir di Gresik.
“Mereka adalah ibu angkat Gonzales dan keluarga kami. Mereka sangat sayang dan selalu memberikan bimbingan buat Gonzales dan keluarga kami sampai sekarang,” tutur Eva. Setelah menikah, ia memiliki paspor Indonesia, istrinya adalah wanita Indonesia bernama Eva Nurida Siregar. Dari pernikahannya, ia memperoleh dua orang anak (Fernando dan Florencia). Ia juga telah mempunyai dua anak hasil pernikahan sebelumnya (Amanda dan Michael).
Pada musim 2006, ia adalah pemain termahal di Liga Indonesia menurut data Badan Liga Indonesia dengan bayaran Rp 1,2 milyar. Sebenarnya keinginannya untuk menjadi WNI (warga Negara Indonesia) sudah sangat lama. ”Saya sangat ingin jadi WNI. Bahkan saya sudah pernah mencoba bertanya ke imigrasi. Tapi, hingga sekarang belum ada hasil yang memuaskan. Saya merasa dipersulit,” ujarnya, dengan nada tinggi.
Saat ke imigrasi itu, ada oknum yang menawari Gonzales. Dia bisa mulus keinginannya menjadi WNI, asal diminta uang. Berapa? Gonzales menyebut kisarannya sekitar ratusan juta. ”Jelas saya keberatan. Kalau pun ada uang, ndak sebanyak itu. Apalagi kami harus memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari,” ujarnya.
Dia mengatakan, selama berusaha mengurus administrasi untuk menjadi WNI, tidak ada pihak yang membantunya. ”Padahal, tujuan saya, ingin menjadi bagian dari Timnas agar sepak bola Indonesia bisa berprestasi di level internasional,” tuturnya.
Gonzales merasa, pengurus elite PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) tidak menghendaki dia menjadi WNI. Padahal, lanjutnya, banyak negara lain yang melakukan itu. ”Kenapa PSSI tidak melakukan itu? Alasan untuk memakai pemain muda sampai sekarang juga belum berhasil,” tuturnya.
Dia menandaskan, keinginannya menjadi WNI sudah muncul sejak 2003. ”Selama berkarir di sini, saya sangat jarang pulang ke Uruguay. Terhitung baru sekali kembali ke Uruguay, yakni pada Agustus 2005. Itu pun hanya sepekan, ketika orang tua saya sakit keras hingga koma,” jelasnya.
Gonzales merasa sudah tak beda dengan WNI lainnya. Dia begitu mencintai Indonesia. ”Apalagi istri saya orang Indonesia,” tandasnya. Akankah tekatnya untuk menjadi WNI masih tetap menggelora, sementara upayanya banyak menemui kendala? ”Mungkin saya harus bersabar. Yang jelas, saya tidak akan meninggalkan Indonesia, meski nanti saya sudah tak lagi bermain bola,” katanya.
Go Christian Gonzales … Harumkan nama Indonesia …
1878421797498479681 4258606720385678443?l=bolagoalnet.blogspot Cristian Gonzalez Resmi Menjadi Warga Negara Indonesa (WNI)

Minggu, 19 Desember 2010


Profile Christian Gonzales Muallaf (Di Balik Kesuksesan Gonzales)

Muallaf Christian Gonzales
Christian Gonzales, pemain cemerlang bertabur bintang dengan gelar peraih top skor 4 tahun berturut-turut merupakan sosok yang tak asing lagi di dunia persepakbolaan tanah air Indonesia. Namun siapa menyangka, dibalik kesuksesan Gonzales terdapat suatu kekuatan yang menyemangati hidupnya, terlebih setelah ia menjadi Muallaf, kekuatan itu tidak lain adalah kekuatan doa.
Gonzales atau yang memiliki nama lengkap Christian Gerard Alfaro Gonzales dilahirkan di Monteveido, Uruguay pada tanggal 30 Agustus 1976 dari seorang ayah angkatan militer bernama Eduardo Alfaro dan ibu seorang suster di rumah sakit Montevideo bernama Meriam Gonzales.
Kedua pasangan ini, khususnya sang ibu adalah penganut agama Katolik yang taat. Gambar Bunda Maria selalu menempel di setiap sudut ruangan rumah dan tempat kerjanya. Bahkan saking fanatiknya, gambar Bunda Maria kerap dibawa kemana-mana oleh ibunya.
Ketaatan dari sang ibu nampaknya berpengaruh pada diri Gonzales, anak ketiga dari enam saudara ini kerap pergi ke Gereja dua sampai tiga kali dalam seminggu, oleh karena itu tidak heran jika Gonzales dikenal sebagai anak yang taat dalam beragama.
Perkenalannya dengan dunia sepak bola, dimulai ketika Gonzales berusia 6 tahun. Semula ayahnya berharap Gonzales dapat meneruskan jejaknya menjadi seorang militer, namun karena kegilaannya terhadap dunia sepak bola, harapan itu tak terpenuhi.
Menginjak usia ke 18 tahun, pria yang menyukai warna hitam ini bertemu dengan seorang wanita beragama Islam asal Indonesia, Eva Nurida Siregar di Cile, Amerika latin pada tahun 1994. Saat itu Eva menekuni salsa di sekolah Vinadelmar. Lama berkenalan akhirnya Gonzales menyimpan hati pada Eva. Dan tak lama kemudian Cintanya berbalas.
Sebagai penganut Katolik, lelaki yang dikenal pendiam ini sama sekali tidak mengenal agama Islam yang dianut pujaan hatinya, begitu pun dengan sang ibu. “Sebelum ketemu istri, saya sama sekali tidak tahu Islam” ungkap pria penggemar Rivaldo. Maka peran Eva pun menjadi berat, ia berulang kali menjelaskan tentang ajaran Islam yang dianutnya.
Usaha wanita kelahiran Pekanbaru ini akhirnya berhasil. Eva Nurida Siregar yang beragama Islam dan Christian Gerard Alfaro Gonzales yang beragama Katolik menikah dan hidup bersama di Uruguay pada tahun 1995.
Karir pria yang memiliki tinggi badan 177 Cm ini di dalam persepak bolaan terus berkembang, mulai dari Klub Penarol Uruguay (1988-1991), South Amerika (1994-1995), Huracan de Carientes Argentina (1997) dan Deportivo Maldonado (2000-2002) pernah dijajaikinya.
Perkembangan karir ini sebetulnya tidak lepas dari peran Eva. Setiap kali pemain sepak bola yang dijuluku elloco (si gila) ini mau berangkat bertanding, wanita yang biasa dipanggil Amor oleh Gonzales ini selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT. Dalam berdoa terkadang Eva sengaja mengeraskan suara dengan harapan Gonzales dapat mendengarnya.
Kebiasaan inilah yang membuat Gonzales mulai tertarik dengan ajaran Islam. Ia sendiri tidak akan beranjak pergi sebelum kekasihnya selesai berdoa. Karena dari doa inilah Gonzales menemukan kedamaian dan ketenangan yang selama ini tidak didapatkan dari agama yang dianut sebelumnya. Doa ini pula yang membuat dirinya semakin bersemangat dan optimis setiap kali bertanding di lapangan hijau.
Tidak hanya itu, Gonzales terkadang memperhatikan kebiasaan Eva yang selalu mengucapkan bismilah ketika mau melakukan sesuatu atau mengucapkan istighfar ketika dihadapkan pada konflik, serta ucapan lainnya yang menjadi doa umat Islam.
Pada tahun 2002 pria yang menyukai aktor Tom Cruise ini menerima sebuah tawaran dari agen sepak bola untuk bermain di Indonesia. Ia pun tertarik dan akhirnya menerima tawaran tersebut dengan merumput di Indonesia bersama PSM Makassar pada tahun 2003.
Indonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, selama ini Gonzales hanya mengenal Islam melalui istrinya dan ini dirasa tidak cukup. Sekarang pemain yang doyan sup ayam ini bisa langsung menemukan Islam dari para penganutnya.
“Saya tidak pernah memaksa Gonzales masuk Islam”. Ungkap Eva “Kadang-kadang setelah saya baca buku tentang ajaran Islam, saya simpan buku itu di meja dan Christian diam-diam membacanya, maka dia kemudian tau bagaimana sikap suami terhadap istrinya dalam Islam dan bagaimana sikap istri terhadap suaminya” Lanjutnya mengenang saat pertama kali tinggal di Indonesia bersama Gonzales.
Maka tepat pada tanggal 9 Oktober 2003 Christian Gonzales memutuskan untuk masuk Islam atas dasar kemauan sendiri dengan disaksikan oleh ustadz Mustafa di Mesjid Agung al Akbar Surabaya. Christian Gerard Alfaro Gonzales kemudian diberi nama Mustafa Habibi. Nama Mustafa diambil dari guru spiritualnya, ustadz Mustafa sedangkan Habibi (cintaku) diambil karena rasa cinta sang istri amat besar kepada Christian Gonzales.
Islam memiliki kesan tersendiri bagi Gonzales “Karena di dalam Islam setiap ada sesuatu ada ucapan doanya seperti ketika masuk rumah mengucapkan assalamualaikum, ketika mau melakukan sesuatu diawali dengan basmalah, dan setiap melangkah dalam Islam selalu aja ada bacaan. Dan ini menjadi hati saya merasa tenang” Ungkap Eva mengutip ucapan Gonzales.
keislaman pria penggemar Manchester United ini kemudian dilegalkan di Kediri dengan Piagam muallaf dari Urusan agama setempat sekaligus melegalkan pernikahan antara Christian Gonzales dengan Eva Siregar.
Sang ibu, Meriam Gonzales saat dikabarkan keislaman anaknya, menerima dengan ikhlas agama yang dipilih anak tercintanya, ia hanya berharap anaknya meraih kesuksesan di masa depan. Namun untuk menjalin hubungan keluarga, Gonzales dan Eva setiap hari tidak ketinggalan menghubungi ibunya, hanya sekedar menanyakan kabar dari negara nun jauh di sana.
Seakan menemukan air di gurun sahara, begitulah kondisi pemain yang mencetak 33 gol untuk PSM Makassar saat itu. Dengan bimbingan Ustadz Mustafa, Gonzales mulai mengenal Islam lebih dalam. Selain itu Hj Fatimah, ulama terkenal asal Mojosari dan Hj. Nurhasanah turut menjadi guru spiritual Gonzales. Bahkan Majlis Ulama Gresik sendiri sampai mengangkat Gonzales beserta keluarganya sebagai anak angkat mereka.
Hj. Nurhasanah biasa dipanggil Bunda, selalu menyemangati Gonzales dengan nasehat untuk selalu berdoa. “Kamu harus kuat-kuat doa” kenang Eva menirukan ucapan Hj. Nurhasanah. Begitu pun Hj Fatimah, ustadzah yang membangun mesjid dengan nama Gonzali ini baik via telephone atau tatap muka selalu menyemangati Gonzales dengan doa sambil menangis.
Selama di Kediri, ayah empat anak ini bermain membela Persik Kediri dan tinggal di perumahan Taman Persada. Rumah ini menjadi awal kehidupan baru bagi Mustafa Habibi. Islam telah banyak merubah dirinya. Setiap tengah malam ia terbiasa membangunkan istrinya untuk shalat tahajud atau sekedar berdoa.
Setiap kali pertandingan akan digelar keesokan harinya, Eva sang istri selalu mengadakan pengajian yang dihadiri oleh ibu-ibu sekitar rumahnya dan diakhiri dengan pembacaan doa. Sementara pengajian berlangsung, Gonzales selalu memperhatikan pengajian dan duduk disamping Eva atau terkadang ia duduk di belakang ibu-ibu pengajian. Maka tidak heran jika Eva lupa tidak mempersiapkan pengajian orang yang pertama kali menegurnya adalah suaminya sendiri.
Namun Gonzales bukanlah manusia yang sempurna, sama seperti pemain lainnya dalam pertandingan sepak bola, konflik kadang tidak bisa dihindari. Tercatat pada tahun 2004, Gonzales pernah memiliki masalah dengan Abu Shaleh Pengurus Pengda PSSI Banten saat PSM Makassar menjamu Persikota Tanggerang. Tahun 2006, Gonzales bermasalah dengan Emanuel de Porras striker PSIS. Setahun kemudian Gonzales berurusan dengan wasit Rahmat Hidayat saat melawan Pelita Jaya Jawabarat dan pada tahun 2008 Gonzales berurusan dengan Erwinsyah Hasibuan bek dari PSMS.
Tentunya permaslahan ini berujung pada sanski yang dikeluarkan tim disiplin PSSI, mulai dari denda sampai larangan bermain. Sanksi ini bagi Gonzales merupakan ujian berat, dan pada saat yang sama guru-guru spiritual Gonzales selalu membingbing dan menyemangati Gonzales untuk tetap bangkit dan bersabar menerima cobaan. Terbukti, nasehat ini berhasil membawa Gonzales terus bangkit dan kembali berlaga untuk menciptakan gol di lapangan hijau.
Popularitas dan harta yang melimpah ruah tidak begitu mempengaruhi Gonzales, ia bukanlah tipe orang yang suka menghambur hamburkan uang. Bahkan ia akan sangat marah jika ada orang yang mengajaknya ke klub atau tempat hiburan malam dan tak segan Gonzales akan memutuskan hubungan dengan orang tersebut.
Harta yang ia raih dari perjuangannya di persepakbolaan lebih suka ia berikan kepada anak yatim, fakir miskin dan ibu-ibu pengajian sebagai zakat dan shadaqah. Hal ini dilakukan karena Gonzales mengetahui kewajiban zakat yang ia baca dari buku-buku keislaman milik istrinya.
Sempat Gonzales beserta istrinya berkeinginan untuk menunaikan haji tahun 2008, namun Allah berkehendak lain uang yang di dapatkan dari peralihan top skor sebanyak 50 juta digunakan guna membiayai operasi istrinya untuk melahirkan anak keempat, Vanesa Siregar Gonzales .
Menyangkut kebiasaanya dalam pertandingan sepak bola, pemain yang rajin bersih-bersih rumah ini setiap kali berangkat bertanding selalu membawa tasbih di dalam tasnya dan beberapa buku doa sebagai perbekalan. Selain itu tidak seperti pemain muslim lainnya yang sujud syukur ketika menciptakan gol, bagi Gonzales bentuk rasa syukur ketika berhasil mencetak gol adalah dengan mengangkat telunjuknya ke mulut seraya menengadah ke langit, hal ini merupakan isyarat rasa syukur terhadap Allah yang Maha Esa.
Bahkan pada saat membela tim Persib Bandung, pria berkalung ayat kursi ini menggunakan nomor punggung 99. Nomor ini dipilih bukan tanpa alasan, 99 merupakan isyarat asma Allah yang dikenal dengan asmaul husna.
Terkait harapannya ke depan, Gonzales sangat perhatian dengan keluarga “Saya berharap anak-anak menjadi anak yang shaleh dan sehat wal afiyat, semoga Allah melindungi, supaya ketika masalah datang ya cepat hilang” demikian keinginan Gonzales.
Muhammad Yasin
Biodata Christian Gonzales
Nama Lengkap : Christian Genard Alfaro Gonzales
Istri : Eva Siregar
Anak : Amanda Gonzales ()
Michael Gonzales ()
Fernando`Alvaro ()
Vanesa Siregar Gonzales ()

Senin, 06 Desember 2010

Syekh Abdul Qadir Jaelani

Sulthanul Auliya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah, (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab الذيل على طبق الحنابلة Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali.


Kelahiran, Silsilah dan Nasab

Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh ulama[1]. Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami rah.a memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham r.a sebagi berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu"[1]. Silsilah Keluarganya adalah Sebagai berikut : Dari Ayahnya(Hasani)[1]:
Syeh Abdul Qodir bin Abu Samih Musa bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa Tsani Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW
Dari ibunya(Husaini)[1] : Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum'i bin Abu Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul 'Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu Ala'uddin bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal 'Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW

Masa Muda

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi. Belaiu menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasihat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

Murid-Murid

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqh terkenal al Mughni.

Perkataan Ulama tentang Beliau

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, ”Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu.”
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.

Tentang Karamahnya

Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri’ Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya).
"Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja’far al Adfwi (nama lengkapnya Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).

Karya

Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma’rifat yang sesuai dengan sunnah."
Karya karyanya [1] :
  1. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
  2. Futuhul Ghaib.
  3. Al-Fath ar-Rabbani
  4. Jala' al-Khawathir
  5. Sirr al-Asrar
  6. Malfuzhat
  7. Khamsata "Asyara Maktuban
Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasihat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.

Ajaran-ajaranya

Sam’ani berkata, ” Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau.” Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,”Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, ”Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau.”( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, ” Tidak ada seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi“.
Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, ” Aku telah mendapatkan aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.” (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa’dah 1415 H / 8 April 1995 M.)

Awal Kemasyhuran

Al-Jaba’i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].
Kemudian, Syeikh Abdul Qadir melanjutkan, “Aku melihat Rasulallah SAW sebelum dzuhur, beliau berkata kepadaku, "anakku, mengapa engkau tidak berbicara?". Aku menjawab, "Ayahku, bagaimana aku yang non arab ini berbicara di depan orang-orang fasih dari Baghdad?". Ia berkata, "buka mulutmu". Lalu, beliau meniup 7 kali ke dalam mulutku kemudian berkata, ”bicaralah dan ajak mereka ke jalan Allah dengan hikmah dan peringatan yang baik”. Setelah itu, aku salat dzuhur dan duduk serta mendapati jumlah yang sangat luar biasa banyaknya sehingga membuatku gemetar. Kemudian aku melihat Ali r.a. datang dan berkata, "buka mulutmu". Ia lalu meniup 6 kali ke dalam mulutku dan ketika aku bertanya kepadanya mengapa beliau tidak meniup 7 kali seperti yang dilakukan Rasulallah SAW, beliau menjawab bahwa beliau melakukan itu karena rasa hormat beliau kepada Rasulallah SAW. Kemudian, aku berkata, "Pikiran, sang penyelam yang mencari mutiara ma’rifah dengan menyelami laut hati, mencampakkannya ke pantai dada , dilelang oleh lidah sang calo, kemudian dibeli dengan permata ketaatan dalam rumah yang diizinkan Allah untuk diangkat”. Ia kemudian menyitir, "Dan untuk wanita seperti Laila, seorang pria dapat membunuh dirinya dan menjadikan maut dan siksaan sebagai sesuatu yang manis."
Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

Beberapa Kejadian Penting

Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang benderang mendatangi aku. "Apa ini dan ada apa?" tanyaku. "Rasulallah SAW akan datang menemuimu untuk memberikan selamat" jawab sebuah suara. Sinar tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat Rasulallah SAW di depan mimbar, mengambang di udara dan memanggilku, "Wahai Abdul Qadir". Begitu gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan meniup ke dalam mulutku 3 kali. "Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulallah SAW?" tanyaku kepadanya. "Sebagai rasa hormatku kepada Rasalullah SAW" jawab beliau.
Rasulallah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. "apa ini?" tanyaku. "Ini" jawab Rasulallah, "adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian". Setelah itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah.
Saat Nabi Khidir As. Datang hendak mengujiku dengan ujian yang diberikan kepada para wali sebelumku, Allah membukakan rahasianya dan apa yang akan dikatakannya kepadaku. Aku berkata kepadanya, ”Wahai Khidir, apabila engkau berkata kepadaku, "Engkau tidak akan sabar kepadaku", aku akan berkata kepadamu, "Engkau tidak akan sabar kepadaku". "Wahai Khidir, Engkau termasuk golongan Israel sedangkan aku termasuk golongan Muhammad, inilah aku dan engkau. Aku dan engkau seperti sebuah bola dan lapangan, yang ini Muhammad dan yang ini ar Rahman, ini kuda berpelana, busur terentang dan pedang terhunus.”
Al-Khattab pelayan Syeikh Abdul Qadir meriwayatkan bahwa suatu hari ketika beliau sedang berceramah tiba-tiba beliau berjalan naik ke udara dan berkata, “Hai orang Israel, dengarkan apa yang dikatakan oleh kaum Muhammad” lalu kembali ke tempatnya. Saat ditanya mengenai hal tersebut beliau menjawab, ”Tadi Abu Abbas Al-Khidir As lewat dan aku pun berbicara kepadanya seperti yang kalian dengar tadi dan ia berhenti”.

Hubungan Guru dan Murid

Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
  1. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
  2. Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
  3. Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
  4. Dua karakter dari Umar yaitu amar ma’ruf nahi munkar.
  5. Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
  6. Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang dinisbatkan kepadanya dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Ali ra. bertanya kepada Rasulallah SAW, "Wahai Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulallah berkata, "Ali, hendaknya jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)". Kemudian, Ali ra. kembali berkata, "Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan semua orang berzikir". Rasulullah berkata, "Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan 'Allah', 'Allah'. "Bagaimana aku berzikir?" tanya Ali. Rasulallah bersabda, "Dengarkan apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula". Lalu, Rasulallah berkata, “Laa Ilaaha Illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara keras. Ucapan tersebut di ulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa Ilaaha Illallah. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Syeikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.
Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Rabu, 01 Desember 2010

Wacana tentang buku jangka jayabaya

Saya sangat tak percaya ramalan tentang masa depan akibat terlalu yakin, hanya Yang Maha Tahu yang tahu mengenai apa yang akan terjadi di masa depan. Maka, saya tidak pernah percaya Ramalan Jayabaya..Sebaiknya buku jangka jayabaya hanya dijadikan sebagai wacana untuk sekedar tahu tentang sejarah masa lalu bukan sebagai pedoman hidup

Meski keyakinan saya tidak tergoyahkan, tetapi segenap malapetaka yang bertubi-tubi menimpa negara dan bangsa Indonesia memilukan sanubari saya sehingga saya mulai tergerak untuk merenungi apa yang disebut sebagai Ramalan Jayabaya. Menurut kesepakatan para ilmuwan sejarah, Jayabaya adalah raja Kediri pada masa 1135-1157 yang bernama lengkap Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Kejayaan Jayabaya sebagai raja tersurat pada bait-bait awal Kitab Musasar gubahan Sunan Giri Prapen.

Penggagas tulisan dan rangkuman ramalan Jayabaya ke dalam kitab Jangka Jayabaya adalah Pangeran Kadilangu II pada lingkup masa tahun 1741-1743. Pangeran Kadilangu II adalah keturunan Sunan Kalijaga yang berhasil meyakinkan Brawijaya V untuk masuk Islam setelah pertemuan segi empat bersama dua penasihat kerajaan Majapahit: Sabda Palon dan Nayagenggong.

Di samping Jangka Jayabaya, pangeran yang di masa Sri Paku Buwana II juga Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura juga menulis berbagai buku penting mengenai kebudayaan Nusantara, seperti Babad Padjadjaran, Babad Madjapahit, Babad Demak, Babad Padjang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dan lain-lain. Tampaknya memang banyak penggemar ramalan terbukti popularitas Ramalan Jayabaya di khazanah kebudayaan Jawa setara Ramalan Nostradamus di kebudayaan Barat. Akibat terlalu populer, kitab Jangka Jayabaya kemudian berkembang ke permukaan kesadaran umum dan awam dalam beraneka ragam bentuk versi berdasar beraneka ragam tafsir, selera, dan kehendak hingga tidak jelas lagi tentang mana yang otentik mana yang tidak.

Renungan

Menarik, bagaimana rangkaian petilan salah satu versi Ramalan Jayabaya dalam bentuk syair berbahasa Jawa ternyata memiliki kandungan makna visioner selaras dan sesuai dengan berbagai prahara etika, moral, dan akhlak yang sedang melanda negara dan bangsa Indonesia di masa 853 tahun setelah wafatnya Jayabaya:

pancen wolak-waliking jaman, amenangi jaman edan

ora edan ora kumanan /sing waras padha nggagas

wong tani padha ditaleni/ wong dora padha ura-ura

beja-bejane sing lali, isih beja kang eling lan waspadha

wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil

sing ora abisa maling digethingi/sing pinter duraka dadi kanca

wong bener sangsaya thenger-thenger/wong salah sangsaya bungah

akeh bandha musna tan karuan larine

akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebab

akeh wong nglanggar sumpahe dhewe/manungsa padha seneng ngalap,

tan anindakake hukuming Allah

barang jahat diangkat- angkat /barang suci dibenci

sing edan padha bisa dandan/ sing ambangkang padha bisa

nggalang omah gedong magrong-magrong

sungguh zaman gonjang-ganjing, menyaksikan zaman gila tidak ikut gila tidak dapat bagian /yang sehat pada olah pikir

para petani dibelenggu/para pembohong bersuka ria

beruntunglah bagi yang lupa/masih lebih beruntung yang ingat dan waspada

orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil yang tidak dapat mencuri dibenci /yang pintar curang jadi teman

orang jujur semakin tak berkutik / orang salah makin pongah

banyak harta musnah tak jelas larinya / pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab

banyak orang berjanji diingkari / banyak orang melanggar sumpahnya sendiri

manusia senang menipu / tidak melaksanakan hukum Allah

barang jahat dipuja-puja / barang suci dibenci

yang gila dapat berdandan

yang membangkang bisa punya rumah-gedung mewah-megah

Tanpa memubazirkan energi untuk terlibat polemik perdebatan tentang klenik atau bukan, sebenarnya ramalan an sich sangat mandraguna untuk didayagunakan sebagai pedoman akhlak dan budi-pekerti. Percaya atau tidak atas ramalan pada hakikatnya kurang penting sebab yang lebih penting adalah menyadari hakikat ramalan siap dimanfaatkan secara kelirumologis sebagai telaah kekeliruan demi mencari kebenaran.

Ramalan Jayabaya layak difaedahkan sebagai bahan renungan lebih mendalam, meluas, dan meninggi oleh bangsa Indonesia demi mawas-diri mendiagnosa kekeliruan. Hasil diagnosa sahih dimanfaatkan untuk menatalaksana upaya membenahi apa saja yang keliru pada das sein sikap dan perilaku peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia di masa kini demi das sollen membentuk masa depan yang lebih baik.


Ramalan Jayabaya atau sering disebut Jangka Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kadiri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yg dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga .Asal Usul utama serat jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yg digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keaslianya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yg menuliskan bahwasanya Jayabayalah yg membuat ramalan-ramalan tersebut.
"Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani."
Meskipun demikian, kenyataannya dua pujangga yang hidup sezaman dengan Prabu Jayabaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, sama sekali tidak menyebut dalam kitab-kitab mereka: Kakawin Bharatayuddha, Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya, bahwa Prabu Jayabaya memiliki karya tulis. Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut peperangan Bharatayuddha. Sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya berisi tentang cerita ketika sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu ingin menikah dengan Dewi Rukmini, dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka. Rukmini adalah titisan Dewi

Asal-usul

Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak jamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).
Kitab Jangka Jayabaya pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak. Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila beliau dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.
Disamping itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala jamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.
Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).
Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada jamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.

[sunting] Analisa

Jangka Jayabaya yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu.
Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak jaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton". Giri Kedaton ini nampaknya Merupakan jaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan diteruskan juga sampai jaman Sunan Giri ke-3.
Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di basmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.
Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni, Ratu Sundarowang ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak kemudian hari (ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.
Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah beliau turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti dijaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti beliau dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh Sultan Agung).
Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Lalu dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat perjuangan bagi generasi anak cucu di kemudian hari.
Cita-cita yang pujangga yang dilukiskan sebagai jaman keemasan itu, jelas bersumber semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti secara kronologi, sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara besar yang berdaulat penuh yang kini benama "REPUBLIK INDONESIA"!. Kedua sumber yang diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para pujangga yang hidup diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I.
Jangka Jayabaya dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh para pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang Merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini ternyata dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan Jayabaya yang hanya bersifat ramalan belaka. Sehingga setelah itu tumbuh bermacam-macam versi teristimewa karangan baru Serat Jayabaya yang bersifat hakikat bercampur jangka atau ramalan, akan tetapi dengan ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain sehingga merupakan tambahan riwayat buat negeri ini.
Semua itu telah berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan Giri ke-3 dan Jangka Jayabaya gubahan dari kitab Asrar tadi, plus serat Mahabarata karangan Mpu Sedah & Panuluh. Dengan demikian, Jangka Jayabaya ini ditulis kembali dengan gubahan oleh Pangeran Wijil I pada tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama dengan gubahannya yang berbentuk puisi, yakni Kitab Musarar. Dengan begitu menjadi jelaslah apa yang kita baca sekarang ini.

 Kitab Musasar Jayabaya

Asmarandana
  1. Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.
  2. Beliau sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung, pasukannya raja-raja.
  3. Terkisahkan bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah dewasa dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya.
  4. Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang Prabu akan mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana.
  5. Lengkapnya bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya disambut sebaik-baiknya. Sebab tamu tersebut seorang raja pandita lain bangsa pantas dihormati.
  6. Setelah duduk Sultan Ngali Samsujen berkata: “Sang Prabu Jayabaya, perkenankan saya memberi petuah padamu menge.nai Kitab Musarar.
  7. Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah mengerti kehendak Dewata.
  8. Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah diketahui semua. Beliaupun ingat tinggal menitis 3 kali.
  9. Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Kakbah yang membawa Imam Supingi untuk menaikkan kutbah,
  10. Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada Maolana masih cucu Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis tersebut. Kelak menjadi punden Tanah Jawa.
  11. Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah satu bulan Sang Prabu memanggil putranya.
  12. Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu setelah datang lalu naik ke gunung.
  13. Di sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang raja yang berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu..
  14. Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.
  15. Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah lama. Bertemu dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata sehingga apa yang dikehendaki terjadi.
  16. Tergopoh-gopoh menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang endang yang membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap delapan dengarn endangnya.
  17. Jadah (ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu bungkus, darah sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu bungkus.
  18. Kedelapan endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah : “Inilah hidangan kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian menarik senjata kerisnya.
  19. Ki Ajar ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi. Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat perbuatan ayahnya.
  20. Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di kedaton Sang Prabu berbicara dengan putranya.
  21. Heh anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa kepada guru saya Sultan Maolana Ngali Samsujen tatkala masih muda.

Sinom
  1. Dia itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar. Sama seperti saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di P. Jawa. Toh saya sudah diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi.
  2. Bila sudah menitis tiga kali kemudian ada jaman lagi bukan perbuatan saya. Sudah dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi. Diberi lambang Jaman Catur semune segara asat.
  3. Itulah Jenggala, Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih kekuasaan saya. Negaranya bahagia diatas bumi. Menghancurkan keburukan.
  4. Setelah 100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada jaman lagi yang bukan milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan saudara-saudara ditempat yang rahasia.
  5. Di dalam teken sang guru Maolana Ngali. Demikian harap diketahui oleh anak cucu bahwa akan ada jaman Anderpati yang bernama Kala-wisesa.
  6. Lambangnya: Sumilir naga kentir semune liman pepeka. Itu negara Pajajaran. Negara tersebut tanpa keadilan dan tata negara, Setelah seratus tahun kemudian musnah.
  7. Sebab berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti jaman di Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.
  8. Demikian nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati, lamanya sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata waktu itu dari hidangan ki Ajar.
  9. Hidangannya Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga ketul. Kemudian berganti jaman lagi. Di Gelagahwangi dengan ibukota di Demak. Ada agama dengan pemimpinnya bergelar Diyati Kalawisaya.
  10. Enam puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan bunga Melati oleh ki Ajar.
  11. Negara tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah. Kemudian berganti jaman Kalajangga. Beribukota Pajang dengan hukum seperti di Demak. Tidak diganti oleh anaknya. 36 tahun kemudian musnah.
  12. Negara ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena pajak pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon kajar. Kemudian berganti jaman di Mataram. Kalasakti Prabu Anyakrakusuma.
  13. Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani seluruh bangsa Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta pandita, bersatu dalam diri Sang Prabu yang adil.
  14. Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu itu saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi gelar: Sura Kalpa semune lintang sinipat.
  15. Kemudian berganti lagi dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa sreban. Raja yang keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung. Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada nakhoda yang datang berdagang.
  16. Berdagang di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut perang dan selalu menang, sehingga terpandang di pulau Jawa. Jaman sudah berganti meskipun masih keturunan Mataram. Negara bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang.
  17. Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.
  18. Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi(Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita) kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki (Raja yang disegani/ditakuti, namun nista.) Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
  19. Waktu itu pajaknya rakyat adalah Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.
  20. Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka(Raja-raja yang saling balas dendam.). Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram(Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin menjatuhkan).
  21. Nakhoda(Orang asing)ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana (Orang arif dan bijak) tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu , randa loro nututi pijer tetukar(( Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya).
  22. Tidak berkesempatan menghias diri(Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan ), sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
  23. Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.
  24. Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.
  25. Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara pecah.
  26. Banyak hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.
  27. Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang(Raja berhati putih namun masih tersembunyi). Lahir di bumi Mekah(Orang Islam yang sangat bertauhid). Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
  28. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa(Orang Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa (kawruh Jawa)). Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.
  29. Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.

[sunting] Isi Ramalan

  1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
  2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
  3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
  4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
  5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
  6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
  7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
  8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
  9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
  10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
  11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
  12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
  13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
  14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
  15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
  16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
  17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
  18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
  19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
  20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
  21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
  22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
  23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
  24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
  25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
  26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
  27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
  28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
  29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
  30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
  31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
  32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
  33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
  34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
  35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
  36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
  37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
  38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
  39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
  40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
  41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
  42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
  43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
  44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
  45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
  46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
  47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
  48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
  49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
  50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang gonta-ganti pasangan.
  51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
  52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
  53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
  54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
  55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
  56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
  57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
  58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
  59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
  60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
  61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
  62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
  63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
  64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
  65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
  66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
  67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
  68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
  69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
  70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
  71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
  72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
  73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
  74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
  75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
  76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
  77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
  78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
  79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
  80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
  81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
  82. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
  83. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
  84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
  85. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
  86. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
  87. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
  88. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
  89. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
  90. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
  91. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
  92. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
  93. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
  94. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
  95. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
  96. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
  97. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
  98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
  99. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
  100. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
  101. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
  102. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
  103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
  104. Sing kebat kliwat---Yang tangkas lepas.
  105. Sing telah sambat---Yang terlanjur menggerutu.
  106. Sing gedhe kesasar---Yang besar tersasar.
  107. Sing cilik kepleset---Yang kecil terpeleset.
  108. Sing anggak ketunggak---Yang congkak terbentur.
  109. Sing wedi mati---Yang takut mati.
  110. Sing nekat mbrekat---Yang nekat mendapat berkat.
  111. Sing jerih ketindhih---Yang hati kecil tertindih
  112. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
  113. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
  114. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
  115. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
  116. Wong tani ditaleni---Orang (yang) bertani diikat.
  117. Wong dora ura-ura---Orang (yang) bohong berdendang.
  118. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
  119. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
  120. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
  121. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
  122. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
  123. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
  124. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
  125. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
  126. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
  127. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
  128. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
  129. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
  130. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
  131. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
  132. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
  133. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
  134. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
  135. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
  136. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
  137. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
  138. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
  139. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
  140. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
  141. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
  142. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
  143. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Banyak harta hilang entah ke mana
  144. Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
  145. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.
  146. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
  147. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
  148. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
  149. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
  150. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
  151. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
  152. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
  153. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
  154. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
  155. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.
  156. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
  157. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
  158. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
  159. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
  160. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
  161. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
  162. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
  163. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi.
  164. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci.
  165. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
  166. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
  167. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
  168. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
  169. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
  170. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
  171. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
  172. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
  173. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
  174. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
  175. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
  176. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
  177. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
  178. Agama ditantang---Agama ditantang.
  179. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
  180. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
  181. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
  182. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
  183. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan.
  184. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
  185. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
  186. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
  187. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
  188. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
  189. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
  190. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
  191. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
  192. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
  193. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
  194. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
  195. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
  196. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
  197. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
  198. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
  199. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
  200. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
  201. Buruh mangluh---Buruh menangis.
  202. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
  203. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
  204. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
  205. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
  206. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
  207. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
  208. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
  209. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal setengah.
  210. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
  211. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
  212. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
  213. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
  214. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
  215. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
  216. Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.

Selasa, 30 November 2010

SEKILAS SEJARAH TANAH JAWA

Orang bijak tahu sejarah karena sejarah yang melatar belakangi keberadaan dan perjalanan cerita akan bangsa kita, yang mana tentunya menjdi sebuah kekayaan akan budaya bangsa kita yang terkenal adi luhung  ( kaya akan pekerti baik ).
SEJARAH SINGKAT KRATON JAWA



KARATON-KARATON LAMA-JAWA

KALING

Sekitar tahun 618-906 di Jawa Tengah ada kerajaan bernama Kaling/Holing. Rakyat tenteram dan hidup makmur. Sejak
tahun 674 diperintah oleh seorang raja perempuan bernama Simo, yang memerintah berdasarkan kejujuran mutlak,
sangat keras dan masingmasing orang mempunyai hak dan kewajiban yang tidak berani dilanggar. Sebagai contoh:
putra mahkota pun dipotong kakinya karena menyentuh barang yang bukan miliknya di tempat umum.

MATARAM Lama (Jawa Tengah)

Di desa Canggal (barat daya Magelang) ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 732, berhuruf Pallawa dan digubah
dalam bahasa Sanskerta. Isi utama menceritakan tentang peringatan didirikannya sebuah lingga (lambang Siwa) di atas
sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh raja Sanjaya, di sebuah pulau yang mulia bernama Yawadwipa yang kaya
raya akan hasil bumi khususnya padi dan emas. Mendirikan lingga secara khusus adalah mendirikan kerajaan. Tempat
tepatnya adalah di gunung Wukir desa Canggal. Disini diketemukan sisa-sisa sebuah candi induk dengan 3 (tiga) candi
perwara di depannya. Sayangnya yang masih tersisa sangat sedikit sekali, dimana lingganya sudah tidak ada dan yang
ada hanya landasannya yaitu sebuah yoni besar sekali, disamping candinya pun juga sudah tidak berwujud lagi.

Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna, sangat lama, bijaksana dan berbudi halus. Lalu setelah wafat
digantikan oleh Sanjaya, anak Sannaha (saudara perempuan Sanna), raja yang ahli dalam kitab-kitab suci dan
keprajuritan, menciptakan ketenteraman dan kemakmuran yang dapat dinikmati rakyatnya. Dari prasasti-prasasti para
raja yang berturut-turut menggantikannya, Sanjaya dianggap sebagai Wamsakarta dari kerajaan Mataram dan diakui
betapa besarnya Sanjaya itu bagi mereka sampai abad X.

KANJURUHAN (Jawa Timur)

Di desa Dinoyo (barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, berhuruf Kawi dan berbahasa
Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa
Kejuron) dengan raja bernama Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya bernama Gajayana),
yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya dan diresmikan tahun 760. Upacara peresmian
dilakukan oleh para pendeta ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa Kejuron adalah
Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak dan terdapat lingga (mungkin lambang Agastya).

SANJAYAWAMSA dan CAILENDRAWAMSA

Kecuali di desa Canggal, sampai pertengahan abad IX dari keturunan Sanjaya tidak ada lagi ditemukan prasasti lain,
kecuali sesudah itu diketemukan prasasti-prasasti dari keluarga raja lain, yaitu Sailendrawamsa, antara lain prasasti
Kalasan. Dalam prasasti Kalasan, berhuruf Pra-nagari, berbahasa Sanskerta, berangka tahun 778, disebutkan bahwa
para guru sang raja berhasil membujuk maharaja Tejahpurnapana Panangkarana/Kariyana Panangkarana untuk
mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta dalam kerajaan. Selain itu terbukti
bahwa antara keluarga Sanjaya dan keluarga Sailendra ada kerjasama yang erat dalam hal-hal tertentu. Candi itu
bernama Kalasan, di desa Kalasan (sebelah timur Yogyakarta), yang walau di dalam candi ini saat sekarang kosong,
namun melihat singgasana dan biliknya maka arca Tara dahulu bertahta disini dan besar sekali, yang diperkirakan dari
perunggu.

Menurut prasasti raja Balitung berangka tahun 907, Tejahpurna Panangkarana adalah Rakai Panangkaran, pengganti
http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48Sanjaya. Kemudian dilanjutkan oleh Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi,
Rakai Watuhumalanga dan raja Balitung/Rakai Watukura dyah Balitung Dharmodaya Mahasambhu (yang membuat
prasasti). Pada saat pemerintahan Sanjayawamsa berlangsung terus dengan daerah kekuasaan di bagian utara Jawa
Tengah dan beragama Hindu yang memuja Siwa, terbukti dari sifat candinya (thn 750-850 M), maka pemerintahan
Sailendrawamsa juga berlangsung terus dengan daerah kekuasaan di bagian selatan Jawa Tengah dan beragama Buda
aliran Mahayana yang juga terbukti dari candinya. Namun kedua wamsa ini bersatu di pertengahan abad IX, yang
ditandai adanya perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani (raja putri dari keluarga sailendra). Selain
candi Kalasan yang didirikan untuk memuliakan agama Buda, ditemukan juga prasasti dari Kelurak (Prambanan) yang
berhuruf Pra-nagari dan berbahasa Sanskerta, yang berisi tentang pembuatan arca Manjusri (mengandung Buddha,
Dharma dan Sanggha), rajanya bergelar sri Sanggramadananjaya, dengan bangunan untuk tempat arca yang
diperkirakan (tidak jauh di sebelah utara Prambanan) bernama Candi Siwa.

Samaratungga adalah pengganti Indra, yang menurut prasasti Karangtengah (dekat Temanggung) dalam tahun 824 ia
membuat candi Wenuwana/Ngawen di sebelah barat Muntilan. Anehnya, seperti halnya Kalasan, pemberi tanah untuk
bangunan tersebut adalah seorang raja keluarga Sanjaya, yaitu Rakarayan Patapan pu Palar atau Rakai Garung.
Samaratungga digantikan putrinya, Pramodawardhani (yang kemudian bergelar sri Kahulunnan) yang kawin dengan
Rakai Pikatan, pengganti Rakai Garung. Uniknya, Pramodhawardhani mendirikan bangunan suci Buda (misalnya
kelompok candi Plaosan, pemeliharaan Kamulan/candi Borobudur di Bhumisambhara yang diperkirakan dibangun oleh
Samaratungga), sedangkan Rakai Pikatan mendirikan bangunan suci Hindu (misalnya  kelompok candi Loro Jonggrang).
Sedangkan Balaputra, adik dari Pramodawardhani, setelah pada tahun 856 gagal merebut kekuasaan dari Rakai
Pikatan, ia melarikan diri ke Suwarnadwipa dan berhasil menaiki takhta Sriwijaya, dengan agamanya Budha.

SANJAYAWAMSA

Setelah berhasil menghilangkan kekuasaan keluarga Sailendra, dalam prasasti tahun 856 dikatakan bahwa Rakai
sebelum turun tahta mampu menggempur Balaputra yang bertahan di bukit Ratu Boko. Penggantinya adalah Dyah
Lokapala atau Rakai Kayuwangi (tahun 856-886) dengan sebutan sri maharaja dan gelar abhiseka (penobatan raja) sri
Sajjanotsawatungga (menunjukkan bahwa ia penguasa satu-satunya dan juga berdarah Sailendra). Rakai Kayuwangi
menghadapi kesulitan rakyatnya, sebab selama 3/4 abad Sailendra banyak menghasilkan bangunan-bangunan suci
yang megah dan mewah demi kebesaran raja, yang mengakibatkan lemahnya tenaga rakyat Mataram dan menekan
hasil pertanian.

Pengganti Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang (tahun 886-898), lalu raja Balitung/Rakai Watukura yang
bergelar sri Iswarakesawotsawatungga (tahun 898-  910), merupakan raja pertama yang memerintah Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Dalam hal ini ada kemungkinan bahwa Kanjuruhan-prasasti Dinoyo ditaklukkan, karena sebutan  rakryan
Kanuruhan adalah salah satu jabatan tinggi langsung dibawah raja.

Setelah Balitung adalah Daksa, yang sebelumnya menjabat sebagai Rakryan Mahamantri I Hino (tahun 910-919),
kemudian Tulodong dengan gelar sri Sajanasanmatanuragatuggadewa(tahun 919-924), selanjutnya Wawa yang
bergelar sri Wijayalokanamottungga (tahun 924-929), dan kemudian seorang raja dari keluarga lain, yaitu Sindok dari
Isanawamca yang mana pusat pemerintahan pindah ke Jawa Timur, tanpa diketahui jelas sebabnya.



ISTANA (Jawa Timur)

Panggung sejarah pindah dari Jawa tengah ke Jawa Timur tanpa sebab yang jelas, dengan rajanya Sindok (929-947).
Pemerintahan berlangsung aman dan sejahtera. Sebuah kitab suci Budha (Sang Hyang Kamahayanikan) yang
menguraikan ajaran dan ibadah agama Budha Tantrayana dapat dihimpun selama Sindok berkuasa, walau ia beragama
Hindu. Ia memerintah bersama permaisurinya bernama Sri Parameswari Sri Wardhani pu Kbi. Anehnya, sebelum kawin
dengan anak Wawa (mungkin) ia tidak menggunakan gelar raja (sri maharaja rake hino sri Icana
Wikramadharmottunggadewa), tetapi menyebut dirinya rakryan sri mahamantri pu Sindok sang
Srisanottunggadewawijaya (penguasa tertinggi setelah raja).

Penggantinya yang diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga (dinamakan prasasti Calcutta, kini disimpan
di Indian Museum di Calcutta), yaitu putrinya sri Icanatunggawijaya yang bersuamikan raja Lokapola. Lalu dilanjutkan
oleh Makutawangsawardhana yang digambarkan sebagai matahari dalam keluarga Istana. Selanjutnya ia mempunyai
http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48anak perempuan bernama Mahendradatta atau Gunapriya dharmapatni yang bersuamikan raja Udayana dari keluarga
Warmadewa yang memerintah di Bali. Sri Dharmawangsa Tguh Ananta wikramattunggadewa (tahun 991-1016) adalah
pengganti Makutawangsawardhana. Selain berhasil menundukkan Sriwijaya, iapun sangat besar pengaruhnya di Bali
yang dapat dibuktikan dari prasasti-prasasti Bali yang semula berbahasa Bali dan sejak tahun 989 terutama sesudah
tahun 1022 sebagian besar tertulis dalam bahasa Jawa Kuno.

Disamping itu pada jamannya, kitab Mahabharata disadur dalam bahasa Jawa Kuno, pun disusun sebuah kitab hukum
Siwasasana pada tahun 991 . Menurut batu Calcutta, seluruh Jawa bagaikan satu lautan yang dimusnahkan oleh raja
Wurawari dan diduga bahwa yang berdiri di belakangnya sebenarnya Sriwijaya. Tapi ada yang lolos dari kehancuran,
yaitu Airlangga, putra Mahendradatta raja Bali, saat ia berusia 16 tahun yang disertai Narottama bersembunyi di
Wonogiri (ikut para pertapa), yang setelah dewasa kawin dengan sepupunya, anak dari Dharmawangsa.

Makutawangsawardhana dari Jawa Timur mempunyai putri (Ratu Sang Luhur Sri Gunapriyadharmapatni ) yang
memerintah Bali tahun 989 bersama suaminya Sri Dharmodayana Warmadewa. Disekitar tahun 1010 Mahendradatta
meninggal, sehingga Udayana memerintah sendiri sampai tahun 1022, anak sulungnya bernama Airlangga yang
menggantikan Dharmawangsa memerintah di Jawa Timur dan anak bungsu bernama Anak Wungsu yang memerintah di
Bali yang bernama resmi sri Dharmawangsa wardhana Marakatapangkajasthanot tunggadewa.

Di tahun 1019 Airlangga yang dinobatkan oleh para pendeta Buda, Siwa dan Brahmana,  menggantikan Dharmawangsa,
bergelar Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Ananta wikramat tunggadewa. Ia memerintah
dengan daerah hanya kecil saja karena saat kerajaan Dharmawangsa hancur, menjadi terpecahpecah menjadi kerajaan-
kerajaan kecil.

Sejak tahun 1028 Airlangga mulai merebut kembali daerah-daerah saat pemerintahan Dharmawangsa, yang bisa jadi
juga ada hubungannya dengan kelemahan Sriwijaya yang baru saja diserang dari Colamandala (1023 dan 1030). Raja-
raja yang ditaklukkan itu adalah Bhisma prabhawa (1028-1029), Wijaya dari Wengker (1030), Adhamapanuda (1031),
seorang seperti raksasa raja perempuan (1032), Wurawari (1032) dan raja Wengker (1035) yang sempat muncul lagi.
Kemakmuran dan ketrentaman pemerintahan Airlangga (ia dibantu oleh Narottama/ rakryan Kanuruhan dan Niti/rakryan
Kuningan) yang ibukotanya pada tahun 1031 di Wwatan Mas dipindahkan ke Kahuripan di tahun 1031, diikuti dengan
suburnya seni sastra, yang antara lain: kitab Arjunawiwaha karangan mpu Kanwa tahun 1030 yang berisi cerita
perkawinan Arjuna dengan para bidadari hadiah para dewa atas jerih payahnya mengalahkan para raksasa yang
menyerang kayangan (kiasan hasil usaha Airlangga sendiri yang merupakan persembahan penulis kepada raja). Ini juga
pertama kali keterangan wayang dijumpai, walau sebetulnya sudah ada sebelum Airlangga. Anak perempuan Airlangga
yaitu Sanggramawijaya, ditetapkan sebagai mahamantri i hino (ialah berkedudukan tertinggi setelah raja), setelah tiba
masanya menggantikan Airlangga, ia menolak dan memilih sebagai pertapa. Maka oleh Airlangga ia dibuatkan sebuah
pertapaan di Pucangan (gunung Penanggungan), dan bergelar Kili Suci.

Kepergian putri mahkotanya, dari pada berebut takhta menyebabkan Airlangga membagi dua kerajaan kepada kedua
anak laki-lakinya, dengan pertolongan seorang brahmana bernama mpu Bharada yang kondang sakti. Kedua kerajaan
itu: Janggala (Singhasari) beribukota Kahuripan dan Panjalu (Kadiri) ber-ibukota Daha, dimana Gunung Kawi ke utara
dan selatan menjadi batasnya.

Setelah membagi kerajaan, Airlangga mundur diri dan menjadi pertapa dengan nama resi Gentayu, meninggal tahun
1049, dimakamkan di Tirtha di lereng timur gunung Penanggungan dan terkenal sebagai candi Belahan. Tetapi kurang
lebih setengah abad sejak Airlangga mundur dari pemerintahan, tidak ada informasi tentang dua kerajaan yang
dibentuknya itu. Lalu setelah itu hanya Kadiri yang mengisi sejarah, sedangkan Janggala boleh dibilang tanpa
kabar.Airlangga semasa hidupnya dianggap titisan Wisnu, dengan lancana kerajaan Garudamukha. Sehingga sebuah
arca indah yang disimpan di musium Mojokerto mewujudkannya sebagai Wisnu yang menaiki garuda.



KERAJAAN KADIRI

Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu dengan prasasti berangka tahun 1104, menganggap sebagai titisan Wisnu seperti
halnya Airlangga, adalah raja Kadiri yang muncul pertama di pentas sejarah.

http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48Selanjutnya Kameswara (1115-1130), bergelar sri maharaja rake sirikan sri Kameswara Sakalabhuwanatustikarana
Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, lencana kerajaan berbentuk tengkorak bertaring yang disebut
candrakapala, dan adanya mpu Dharmaja yang telah menggubah kitab Smaradahana (berisi pujian yang mengatakan
raja adalah titisan dewa Kama, ibukota kerajaan bernama Dahana yang dikagumi keindahannya oleh seluruh dunia,
permaisuri yang sangat cantik bernama sri Kirana dari Jenggala). Mereka dalam kesusasteraan Jawa terkenal dalam
cerita Panji. Pengganti Kameswara yaitu Jayabhaya (1130-1160), bergelar sri maharaja sri Dharmmeswara
Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parakrama Digjayotunggadewa, lencananya adalah Narasingha, dikekalkan
namanya dalam kitab Bharatayuddha (sebuah kakawin yang digubah Mpu Sedah di tahun 1157 dan diselesaikan oleh
Mpu Panuluh yang juga terkenal dengan kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya).

Pengganti selanjutnya yaitu Sarwweswara (1160-1170), lalu Aryyeswara (1170- 1180) yang memakai Ganesa sebagai
lencana kerajaan, kemudian Gandra yang bergelar sri maharaja sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka
Parakramanindita Digjayottunggadewanama sri Gandra. Dari prasasti dibuktikan bahwa Kadiri mempunyai armada laut.

Tahun 1190-1200 diperintah Srngga, bergelar sri maharaja sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Crnggalancana
Digwijayat tunggadewa, dengan lencana kerajaan cangkha (kerang bersayap) di atas bulan sabit.

Raja terakhir yaitu Krtajaya (1200-1222), berlencana Garudamukha, yang riwayat kerajaannya berakhir dan
menyerahkan kepada Singhasari setelah kalah dalam pertempuran di Ganter melawan ken Arok. Perkembangan
kesusasteraan di jaman Kediri sangat bagus, yang selain kitab-kitab tersebut diatas, beberapa hasil lainnya adalah:



   - kitab Lubdhaka dan Wrtasancaya karangan mpu Tanakung;

   - kitab Krsnayana karangan mpu Triguna;

   - kitab Sumanasantaka karangan mpu Monaguna.

Selain itu ada beberapa keterangan yang terdapat dalam berita-berita Tionghoa, seperti di kitab Ling-wai-tai-ta yang
disusun Chou K’u-fei di tahun 1178 dan di kitab Chu-fan-chi oleh Chau-Ju-Kua di tahun 1225, misalnya:



   - Orang-orangnya memakai kain sampai dibawah lutut , rambut diurai;

   - Rumah-rumah bersih dan rapih, lantai berubin hijau dan kuning;

   - Pertanian, peternakan, serta perdagangan maju dan kerajaan penuh perhatian;

   - Tidak ada hukuman badan, yang bersalah di denda emas;

   - Pencuri dan perampok yang tertangkap dibunuh;

   - Alat pembayaran adalah mata uang dari emas;

   - Orang sakit bukan makan obat tapi mohon sembuh para Dewa dan Buddha;

   - Raja berpakaian sutera, sepatu kulit, memakai emas-emasan, rambut disanggul.

   - Raja keluar naik gajah atau kereta, diiringi 500-700 prajurit dan rakyat jongkok;

   - Raja dibantu 4 menteri, gaji dari menerima hasil bumi/lainnya sewaktu-waktu;

   - Selain agama Buda ada agama Hindu;

   - Rakyat lekas naik darah dan suka berperang, suka mengadu babi dan ayam;

   - Dan lain sebagainya.


KERAJAAN SINGHASARI

Menurut cerita di kitab Pararaton dan Nagarakrtagama, raja pertama bernama sri Ranggah Rajasa Amurwabhumi yang
populer dipanggil Ken Arok, adalah anak seorang Brahmana bernama Gajah Para dengan Ibu bernama Ken Endok dari
desa Pangkur, yang semula berprofesi sebagai pencuri/penyamun yang sangat sakti dan selalu menjadi buronan alat-
alat negara. Atas bantuan seorang pendeta yang menjadikannya sebagai anak pungut, ia dapat mengabdi kepada
seorang akuwu (setara bupati) yang bernama Tunggul Ametung. Namun akuwu itu kemudian dibunuhnya dan si janda,
Ken Dedes dalam kondisi hamil dikawininya, yang anak itu nantinya diberi nama Anusapati.

Kemudian ia mengambil kekuasaan Tumapel dan setelah cukup pengikutnya ia melepaskan diri dari kerajaan Kadiri,
yang kebetulan di Kadiri ada perselisihan antara raja dan para pendeta, lalu para pendeta itu melarikan diri yang diterima
baik dan dilindungi Ken Arok.

http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48Raja Krtajaya berusaha menindak Ken Arok, tapi dalam pertempuran di Genter pada tahun 1222 Ken Arok menang dan
menjadi raja Tumapel dan Kadiri, yang ber Ibukota di Kutaraja. Dari Ken Dedes selain mempunyai anak tiri Anusapati, ia
juga mempunyai anak yang diberi nama Mahisa Wonga Teleng. Sedangkan dari isteri lain, Ken Umang, ia mempunyai
anak yang diberi nama Tohjaya.

Dalam tahun 1227 Ken Arok dibunuh anak tirinya, Anusapati, yang menggantikannya sebagai raja. Lalu untuk
mengenang Ken Arok, dibuatkan candi di Kagenengan (sebelah selatan Singhasari) dalam bangunan suci agama Siwa
dan Buda. Sedangkan Ken Dedes yang tidak diketahui tahun meninggalnya, diperkirakan dibuatkan arca sangat indah
yang diketemukan di Singosari, yaitu arca Prajnaparamita.

Anusapati/Anusanatha) yang memerintah tahun 1227-1248 dengan aman dan tenteram, dibunuh oleh Tohjaya dengan
suatu muslihat, dan untuk itu Anusapati dimuliakan di candi Kidal (sebelah tenggara Malang). Namun Tohjaya hanya
memerintah beberapa bulan, karena aksi balas dendam dari anak Anusapati yaitu Rangga Wuni. Tohjaya melarikan diri,
namun karena luka-lukanya ia meninggal dunia, dan dicandikan di Katang Lumbang.

Di tahun 1248 Rangga Wuni naik takhta dengan gelar sri Jaya Wisnu wardhana, dan raja Singhasari pertama yang
namanya dikekalkan dalam prasasti, dan ia memerintah bersama sepupunya, Mahisa Campaka (anak dari Mahisa
Wonga Teleng), diberi kekuasaan untuk ikut memerintah dengan pangkat Ratu Angabhaya bergelar Narasimhamurti.

Dikisahkan bahwa mereka memerintah bagai dewa Wisnu dan dewa Indra. Anak Rangga Wuni, Krtanagara, di tahun
1254 dinobatkan sebagai raja, namun ia tetap memerintah terus untuk anaknya, sampai dengan wafatnya dalam tahun
1268 di Mandaragiri, lalu dicandikan di Waleri dalam perwujudannya sebagai Siwa dan di Jayaghu (candi Jago) sebagai
Buddha Amoghapasa.

Yang menarik, candi Jago berkaki tingkat tiga tersusunsemacam limas berundak-undak dan tubuh candinya terletak di
bagian belakang kaki candi menunjukkan timbulnya kembali unsur-unsur Indonesia, disamping terlihat pula dari relief
reliefnya dengan pahatan datar, gambar-gambar orang yang mirip wayang kulit Bali saat ini, dan para kesatriyanya
diikuti punakawan (bujang pelawak).

Kertanagara, adalah raja Singhasari yang banyak diketahui riwayatnya dan paling banyak peristiwanya, dimana sang
raja dibantu oleh 3 orang mahamantri (rakryan I hino, I sirikan dan I halu) dan para menteri pelaksana (rakryan apatih,
demung dan kanuruhan), serta seorang dharmadhyaksa ri kasogatan yang mengurusi keagamaan (kepala agama Buda)
dan seorang pendeta yang mendampingi raja, yaitu seorang mahabrahmana dengan pangkat sangkhadhara.

Karena ia bercita-cita meluaskan wilayah kekuasaan, maka ia menyingkirkan tokoh tokoh yang dianggapnya
menentang/menghalangi, yaitu patihnya sendiri bernama Arema/ Raganatha dijadikan adhyaksa di Tumapel yang diganti
oleh Kebo Tengah/Aragani, lalu Banak Wide yang ditugaskan menjadi Bupati Sungeneb (Madura) bergelar Arya Wiraraja.

Di tahun 1275 Krtanagara mengirim pasukan ke Sumatera Tengah yang terkenal dengan nama Pamalayu dan
berlangsung sampai tahun 1292, dimana saat pasukan tiba kembali, Krtanagara sudah tidak ada lagi. Namun prasasti
pada alas kaki arca Amoghapasa yang diketemukan di Sungai Langsat (hulu sungai Batanghari dekat Sijunjung),
diterangkan bahwa di tahun 1286 atas perintah Maharajadhiraja Sri Krtanagara Wikrama Dharmottunggadewa, sebuah
arca Amoghapasa beserta 13 arca pengikutnya dipindahkan dari bhumi Jawa ke Suwarnabhumi. Atas hadiah ini rakyat
Malayu sangat senang terutama sang raja, yaitu srimat Tribuwanaraja Maulawarmmadewa.

Kertanagara dalam tahun 1284 menaklukkan Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Barat Daya) dan Gurun
(Maluku), sebagaimana diketahui dari Nagarakrtagama. Selain itu, dengan Campa diadakan persekutuan yang diperkuat
dengan perkawinan, sesuai prasasti Po Sah (di Hindia belakang) yang menuliskan bahwa raja Jaya Simphawarman III
mempunyai dua permaisuri yang salah satunya dari Jawa (mungkin saudara Kertanagara).

Sejak tahun 1271 di Kadiri ada raja bawahan, yaitu Jayakatwang yang bersekutu dengan Wiraraja dari Sungeneb yang
selalu memata-matai Kertanagara. Belum kembalinya pasukan Singhasari dari Sumatra dan adanya insiden dengan
Kubilai Khan dari Tiongkok, atas petunjuk dan nasehat Wiraraja dalam tahun 1292 Jayakatwang melancarkan serbuan
ke Singhasari melalui utara untuk membuat gaduh dan dari selatan merupakan pasukan induk. Kertanagara mengira
serangan hanya dari utara, maka ia mengutus Raden Wijaya (anak Lembu Ta, cucu Mahisa Campaka) dan Arddharaja
http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48(anak Jayakatwang) untuk memimpin pasukan ke utara., sedangkan yang dari selatan berhasil memasuki kota dan
Karaton, dimana saat itu Krtanagara sedang minum berlebihan bersama dengan mahawrddhamantri serta dengan para
pendeta terkemuka dan pembesar lain, yang katanya sedang melalukan upacara Tantrayana, terbunuh semuanya,
dimana Krtanagara dimuliakan di candi Jawi sebagai Siwa dan Budda di Sagala sebagai Jina/Wairocana bersama sang
permaisuri Bajradewi dan di candi Singosari sebagai Bhairawa.

Memang, sebagaimana Prasasti tahun 1289 pada lapik arca Joko Dolok yang diketemukan di Surabaya, Krtanagara
adalah seorang pengikut setia agama Buda Tantra dan dinobatkan sebagai Jina (Dhyani Buddha) yang bergelar
Jnanasiwabajra, yaitu sebagai Aksobhya dimana Joko Dolok itu adalah arca perwujudannya sendiri. Sedangkan dalam
Pararaton dan berbagai Prasasti, setelah wafat dinamakan Siwabuddha, dimana dalam kitab Nagarakrtagama dikatakan
Siwabuddhaloka.



KERAJAAN MAJAPAHIT

Raden Wijaya yang sedang mengejar tentara Kediri ke utara terpaksa melarikan diri setelah tahu Singhasari jatuh,
sedangkan Arddharaja berbalik memihak Kadiri. Dengan bantuan lurah desa Kudadu Raden Wijaya dapat menyeberang
ke Madura, guna mencari perlindungan dan bantuan dari Wiraraja di Sungeneb. Atas saran dan jaminan Wiraraja,
Raden Wijaya menghambakan diri ke Jayakatwang di Kadiri, dan ia dianugerahi tanah di desa Tarik, yang atas bantuan
orangorang Madura dibuka dan menjadi desa subur dengan nama Majapahit.

Sementara itu tentara Tiongkok sebanyak 20.000 orang yang diangkut 1.000 kapal berbekal untuk satu tahun telah
mendarat di Tuban dan di dekat Surabaya, dengan tujuan membalas penghinaan Krtanegara terhadap Kubilai Khan. Di
sini dimanfaatkan Raden Wijaya yaitu menggabungkan diri dengan tentara Tiongkok menggempur Kadiri, yang akhirnya
Jayakatwang menyerah. Tapi saat tentara Tiongkok sampai di pelabuhan untuk kembali, Raden Wijaya menyerang
tentara Tiongkok sehingga banyak meninggalkan korban sambil terus kembali ke Tiongkok. Dengan bantuan pasukan
Singhasari yang kembali dari Sumatra, Raden Wijaya menjadi raja pertama kerajaan Majapahit bergelar Krtarajasa
Jayawardhana (1293-1309), mempunyai 4 (empat) isteri, dimana yang tertua bernama Tribhuwana/Dara Petak dan yang
termuda bernama Gayatri yang disebut juga Rajapatni dan dari padanya lah berlangsungnya raja-raja Majapahit
selanjutnya.

Raden Wijaya memerintah dengan tegas dan bijaksana, negara tenteram dan aman, susunan pemerintahan mirip
Singhasari, ditambah 2 (dua) menteri yaitu rakryan Rangga dan rakryan Tumenggung. Sedangkan Wiraraja yang banyak
membantu diberi kedudukan sangat tinggi ditambah dengan kekuasaan di daerah Lumajang sampai Blambangan. Ia
wafat di tahun 1309, meninggalkan 2 (dua) anak perempuan dari Gayatri berjuluk Bhre Kahuripan dan Bhre Daha, serta
satu anak laki-laki dari Dara Petak yaitu Kalagemet/ Jayanegara yang dalam tahun 1309 naik tahta. Untuk
memuliakannya, Raden Wijaya dicandikan di candi Siwa di Simping yaitu Candi Sumberjati di sebelah selatan Blitar dan
di candi Buda di Antahpura dalam kota Majapahit. Arca perwujudannya adalah Harihara, berupa Wisnu dan Siwa dalam
satu arca. Sedangkan Tribhuwana dimuliakan di candi Rimbi di sebelah barat daya Mojokerto, yang diwujudkan sebagai
Parwati.

Kalagemet/Jayanegara (1309-1328), yang dalam sebuah prasasti dianggap sebagai titisan Wisnu dengan Lencana
negara Minadwaya (dua ekor ikan) dalam memerintah banyak menghadapi pemberontakan-pemberontakan terhadap
Majapahit dari mereka yang masih setia kepada Krtarajasa. Pemberontakan pertama sebetulnya sudah dimulai sejak
Krtarajasa masih hidup, yaitu oleh Rangga Lawe yang berkedudukan di Tuban, akibat tidak puas karena bukan dia yang
menjadi patih Majapahit tetapi Nambi, anak Wiraraja. Tetapi usahanya (1309) dapat digagalkan.

Pemberontakan kedua di tahun 1311 oleh Sora, seorang rakryan di Majapahit, tapi gagal. Lalu yang ketiga dalam tahun
1316, oleh patihnya sendiri yaitu Nambi, dari daerah Lumajang dan benteng di Pajarakan. Ia pun sekeluarga ditumpas.
Pemberontakan selanjutnya oleh Kuti di tahun 1319, dimana Ibukota Majapahit sempat diduduki, sang raja melarikan diri
dibawah lindungan penjaga-penjaga istana yang disebut Bhayangkari sebanyak 15 orang dibawah pimpinan Gajah
Mada. Namun dengan bantuan pasukanpasukan Majapahit yang masih setia, Gajah Mada dengan Bhayangkarinya
menggempur Kuti, dan akhirnya Jayanegara dapat melanjutkan pemerintahannya.

Jayanegara wafat di tahun 1328 tanpa seorang keturunan. Ia dicandikan di Sila Petak dan Bubat dengan perwujudannya
http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48sebagai Wisnu, serta di Sukalila sebagai Amoghasiddhi, dimana candi-candi itu tidak dapat diketahui kembali.

Pengganti selanjutnya yang semestinya Gayatri, namun karena ia telah meninggalkan hidup keduniawian yaitu menjadi
bhiksuni, maka anaknya lah yang bernama BhreKahuripan yang mewakili ibunnya naik tahta dengan gelar
Tribhuwananottunggadewi Jayawisnuwardhani (1328-1360).

Tahun 1331 muncul pemberontakan di Sadeng dan Keta (daerah Besuki). Maka patih Majapahit Pu Naga digantikan
patih Daha yaitu Gajah Mada, sehingga pemberontakan dapat ditumpas.Gajah Mada dalam menunjukkan
pengabdiannya, bersumpah yang disebut Sumpah Palapa (artinya garam dan rempah-rempah) yaitu : bahwa ia tidak
akan merasakan palapa, sebelum daerah seluruh nusantara ada di bawah kekuasaan Majapahit. Atau bagi orang Jawa,
disebut mutih.

Langkah pertama, Gajah Mada memimpin pasukan menaklukkan Bali di tahun 1343 bersama Adityawarman (putera
majapahit keturunan Malayu yang di Majapahit menjabat sebagai Wrddhamantri bergelar arrya dewaraja pu Adutya),
yang pernah ditaklukkan Krtanagara tapi telah bebas kembali. Lalu Adityawarman ditempatkan di Malayu sebagai
wrddhamantri bergelar Arrya Dewaraja Pu Aditya.

Adityawarman di Sumatra menyusun kembali pemerintahan Mauliwarmmadewa yang kita kenal di tahun 1286. Ia
memperluas kekuasaan sampai daerah Pagarruyung (Minangkabau) dan mengangkat dirinya sebagai maharajadhiraja
(1347), meskipun terhadap Gayatri ia masih tetap mengaku dirinya sang mantri terkemuka dan masih sedarah dengan
raja putri itu.

Tahun 1360 Gayatri wafat, maka Tribhuwanottunggadewi pun turun tahta, dan menyerahkan kepada anaknya yaitu
Hayam Wuruk, yang dilahirkan di tahun 1334 atas perkawinannya dengan Kertawardddhana.

Hayam Wuruk memerintah dengan gelar Rajasanagara (1360-1369), dengan Gajah Mada sebagai patihnya. Seluruh
kepulauan Indonesia bahkan juga jazirah Malaka mengibarkan panji-panji Majapahit, hubungan persahabatan dengan
negara-negara tetangga berlangsung baik. Sumpah Palapa terlaksana, Majapahit mengalami jaman keemasan. Alkisah,
hanya tinggal Sunda yang diperintah Sri Baduga Maharaja yang menurut prasasti Batutulis (Bogor) dari tahun 1333
adalah raja Pakwan Pajajaran (anak dari Rahyang Dewaniskala dan cucu Rahyang Niskalawastu Kancana) yang belum
dapat ditaklukkan majapahit, walau sudah 2 (dua) kali diserang. Dengan jalan tipu muslihat akhirnya di tahun 1357 Sri
Baduga beserta para pembesar Sunda dapat didatangkan ke Majapahit dan dibinasakan secara kejam di lapangan
bubat. Karena perang ini sangat menarik, maka secara khusus diceritakan inti kisah Perang Bubat menurut Kidung
Sudayana, seperti dibawah ini.

PERANG BUBAT (Menurut Kidung Sundayana)

Tersebut negara Majapahit dengan raja Hayam Wuruk, putra perkasa kesayangan seluruh rakyat, konon ceritanya
penjelmaan dewa Kama, berbudi luhur, arif bijaksana, tetapi juga bagaikan singa dalam peperangan. Inilah raja terbesar
di seluruh Jawa bergelar Rajasanagara. Daerah taklukannya sampai Papua dan menjadi sanjungan empu Prapanca
dalam Negarakertagama. Makmur negaranya, kondang kemana mana. Namun sang raja belum kawin rupanya.
Mengapa demikian ? Ternyata belum dijumpai seorang permaisuri.

Konon ceritanya, ia menginginkan isteri yang bisa dihormati dan dicintai rakyat dan kebanggaan raja Majapahit. Dalam
pencarian seorang calon permaisuri inilah terdengar khabar putri Sunda nan cantik jelita yang mengawali dari Kidung
Sundayana. Apakah arti kehormatan dan keharuman sang raja yang bertumpuk dipundaknya, seluruh Nusantara ada di
hadapannya. Tetapi engkau hanya satu jiwanya yang senantiasa memohon pada yang kuasa akan kehadiran jodohnya.
Terdengarlah khabar bahwa ada raja Sunda (Kerajaan Kahuripan) yang memiliki putri nan cantik rupawan dengan nama
Diah Pitaloka Citrasemi.

Setelah selesai musyawarah sang raja Hayam Wuruk mengutus untuk meminang putri Sunda tersebut melalui perantara
yang bernama tuan Anepaken, utusan sang raja tiba di kerajaan Sunda. Setelah lamaran diterima, direstuilah putrinya
untuk di pinang sang prabu Hayam Wuruk. Ratusan rakyat menghantar sang putri beserta raja dan punggawa menuju
pantai, tapi tiba-tiba dilihatnya laut berwarna merah bagaikan darah. Ini diartikan tandatanda buruk bahwa diperkirakan
putri raja ini tidak akan kembali lagi ke tanah airnya. Tanda ini tidak dihiraukan, dengan tetap berprasangka baik kepada
http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48raja tanah Jawa yang akan menjadi menantunya.

Sepuluh hari telah berlalu sampailah di desa Bubat, yaitu tempat penyambutan dari kerajaan Majapahit bertemu.
Semuanya bergembira kecuali Gajahmada, yang berkeberatan menyambut putri raja Kahuripan tersebut, dimana ia
menganggap putri tersebut akan "dihadiahkan" kepada sang raja. Sedangkan dari pihak kerajaan Sunda, putri tersebut
akan "di pinang" oleh sang raja. Dalam dialog antara utusan dari kerajaan Sunda dengan patih Gajahmada, terjadi saling
ketersinggungan dan berakibat terjadinya sesuatu peperangan besar antara keduanya sampai terbunuhnya raja Sunda
dan putri Diah Pitaloka oleh karena bunuh diri. Setelah selesai pertempuran, datanglah sang Hayam Wuruk yang
mendapati calon pinangannya telah meninggal, sehingga sang raja tak dapat menanggung kepedihan hatinya, yang tak
lama kemudian akhirnya mangkat. Demikian inti Kidung Sindanglaya ini.

Sementara di Jawa Barat telah ada :

1030 : Berdirinya kerajaan nafas hindu : Sunda dengan rajanya Sri Jayabupati.
1190 : Kerajaan Galuh dengan rajanya Ratu Pusaka
1333 : Kerajaan Pajajaran, dengan ibu kota Pakuan. Rajanya Ratu Purnama

Selain sebagai negarawan, Gajah mada terkenal pula sebagai ahli hukum. Kitab hukum yang ia susun sebagai dasar
hukum di Majapahit adalah Kutaramanawa, berdasarkan kitab hukum Kutarasastra (lebih tua) dan kitab hukum Hindu
Manawasastra, serta disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku. Gajah Mada meninggal tahun 1364, dan digantikan
oleh 4 (empat) orang menteri yang berfungsi untuk mengekalkan negara serta lebih ditujukan kepada kemakmuran
rakyat dan keamanan daerah. Beberapa hasil karya semasa Hayam Wuruk lainnya antara lain:



   - Pemeliharaan tempat-tempat penyeberangan melintasi bengawan Solo dan Brantas;

   - Perbaikan bendungan Kali Konto (sebelah timur Kadiri);

   - Memperindah Candi untuk Tribhuwanottunggadewi di Panggih;

   - Perbaikan dan perluasan tempat suci Palah (Panataran);

   - Penyempurnaan Candi Jabung dekat Kraksaan (1354);

   - Membuat Candi Surawana dan Candi Tigawangi di dekat Kadiri (1365);

   - Membuat Candi Pari (dekat Porong) bercorak dari Campa di tahun 1371;

   - Kitab Nagarakrtagama yang merupakan kitab sejarah Singhasari dan Majapahit, dihimpun oleh mpu Prapanca di
tahun 1365;

   - Cerita-cerita Arjunawijaya dan Sutasoma oleh Tantular;

   - Habisnya riwayat Sriwijaya di tahun 1377, yang dibinasakan oleh Majapahit.

Hayam Wuruk wafat tahun 1369, yang diperkirakan dimuliakan di Tayung (daerah Brebek Kediri), yang digantikan oleh
keponakannya, Wikramawardhana, suami dari anak perempuannya, Kusumawarddhani. Sedangkan anak Hayam Wuruk
dari isteri bukan permaisuri, Bhre Wirabhumi, diberi pemerintahan di ujung Jawa Timur.

Wikramawardhana (1369-1428) dan Wirabhumi di tahun 1401-1406 berperang, yang dikenal dengan nama perang
Paregreg, dimana Wirabhumi terbunuh. Disini Tiongkok mengetahui bahwa perang saudara itu melemahkan Majapahit,
sehingga segera berusaha memikat daerah-daerah luar Jawa untuk mengakui kedaulatannya. Misalnya Kalimantan
Barat yang dalam tahun 1368 telah diganggu oleh bajak laut dari Sulu sebagai alat dari Kaisar Tiongkok, sejak tahun
1405 tunduk kepada Tiongkok. Juga Palembang dan Malayu di tahun yang sama, mengarahkan pandangannya ke
Tiongkok dengan tidak menghiraukan Majapahit. Malaka sebagai pelabuhan dan kota dagang penting yang beragama
Islam (1400), juga dianggap majapahit sudah hilang. Demikian daerah-daerah lainnya, dan ada juga yang masih
mengaku Majapahit sebagai atasannya tetapi dalam prakteknya tidak banyak hubungan dengan pusat. Sehingga saat
Wikramawardhana meninggal di tahun 1428, kerajaan Majapahit yang besar dan bersatu sudah tidak ada lagi. Ada
cerita menarik tentang keadaan kota Majapahit dan rakyatnya, dari uraian Ma Huan yang asli dari Tiongkok dan
beragama Islam dalam bukunya Ying-yai Sheng-lan, yang ditulis saat mengiringi Cheng-Ho (utusan kaisar Tiongkok ke
Jawa) dalam perjalananya yang ketiga ke daerah-daerah lautan selatan, antara lain :



   - Kota Majapahit dikelilingi tembok tinggi yang dibuat dari bata;

   - Penduduknya kira-kira 300.000 keluarga;

   - Rakyat memakai kain dan baju;

   - Untuk laki-laki mulai usia 3 tahun memakai keris yang hulunya indah sekali dan terbuat dari emas, cula badak atau
gading;

   - Para pria jika bertengkar dalam waktu singkat siap dengan kerisnya;
Biasa memakan sirih;

http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48   - Para pria pada setiap perayaan mengadakan perang-perangan dengan tombak bambu;

   - Senang bermain bersama diwaktu terang bulan dengan diserai nyanyian-nyanyian berkelompok dan bergiliran antara
golongan wanita dan pria;

   - Senang nonton wayang beber (wayang yang setiap adegan ceritanya di gambar di atas sehelai kain, lalu
dibentangkan antara dua bilah kayu, yang jalan ceritanya diuraikan oleh Dalang);

   - Penduduk terdiri dari 3 (tiga) golongan, orang-orang Islam yang datang dari baratdan memperoleh penghidupan di
ibukota, orang-orang Tionghoa yang banyak pulaberagama Islam, dan rakyat selebihnya yang menyembah berhala dan
tinggalbersama anjing mereka.

Setelah wafatnya Wikramawardhana di tahun 1429 sampai sekitar 1522 tidak banyak diketahui tentang Majapahit,
sedangkan keterangan dari Pararaton sangat kacau. Yang nyata, bintang Majapahit yang tadinya mempersatukan
Nusantara semakin suram dan makin pudar, yang ditandai dengan perang saudara antar keluarga raja, hilangnya
kekuasaan pusat di daerah, dan adanya penyebaran agama Islam yang sejak sekitar tahun 1400 berpusat di Malaka
disertai timbulnya kerajaan-kerajaan Islam yang menentang kedaulatan Majapahit.

Yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah anak perempuannya yaitu Suhita (1429-1447), dimana
ibunya adalah anak dari Wirabhumi. Masa pemerintahannya ditandai berkuasanya kembali anasir-anasir Indonesia,
antara lain didirikannya berbagai tempat pemujaan dengan bangunan-bangunan yang disusun sebagai punden
berundakundak di lereng-lereng gunung ( misalnya Candi Sukuh dan Candi Ceta di lereng gunung Lawu). Selain itu
terdapat pula batu-batu untuk persajian, tugu-tugu batu seperti menhir, gambar-gambar binatang ajaib yang memiliki arti
sebagai lambang tenaga gaib, dan lainlain.

Suhita digantikan oleh adik tirinya, Krtawijaya (1447-1451). Kemudian cerita sejarah dan pergantian raja-rajanya setelah
1451 tidak dapat diketahui dengan pasti. dari kitab Pararaton kita kenal raja Raja Suwardhan sebagai pengganti
Krtawijaya, tetapi ia berKaraton di Kahuripan dari tahun 1451 sampai 1453. Tiga tahun tanpa raja, lalu
dilanjutkan oleh Bre Wengker (1456-1466) bergelar Hyang Purwawisesa. Di tahun 1466 ia digantikan oleh Bhre
Pandansalas yang nama aslinya Suraprabhawa dan bernama resmi Singha wikramawardhana, berKaraton di Tumapel
selama 2 (dua) tahun.

Dalam tahun 1468 ia terdesak oleh Krtabhumi (anak bungsu Rajasa wardhana), yang kemudian berkuasa di Majapahit.
Sedangkan Singhawikramawardhana memindahkan kekuasaannya ke Daha, dimana ia wafat di tahun 1474. Di daha ia
digantikan anaknya, Ranawijaya yang bergelar Bhatara Prabu Girindrawardhana, yang berhasil menundukkan Krtabhumi
dan merebut Majapahit di tahun 1474. Menurut prasastinya di tahun 1486 ia menamakan dirinya raja Wilwatika Daha
Janggala Kadiri, namun kapan berakhirnya memerintah tidak diketahui. Demikian tentang riwayat Majapahit semakin
gelap, kecuali berita-berita dari Portugis bahwa Majapahit di tahun 1522 masih berdiri dan beberapa tahun kemudian
kekuasaannya berpindah ke kerajaan Islam di Demak.

Akan tetapi, masih ada juga kerajaan-kerajaan yang meneruskan corak kehinduan Majapahit misalnya, yaitu Pajajaran
yang akhirnya lenyap setelah ditundukkan oleh Sultan Yusuf dari Banten di tahun 1579, juga Balambangan yang di
tahun 1639 baru bisa ditundukkan oleh Sultan Agung dari Mataram, disamping masyarakat di pegunungan tengger yang
sampai saat ini masih mempertahankan corak Hindunya dengan memuja Brahma, dan Bali yang masih tetap dapat
mempertahankan kebudayaan lamanya.

Penerus Majapahit yang tetap di Majapahit (selain Purbawisesa yang beKaraton di Kahuripan) adalah
Kertabumi/Brawijaya, yang memerintah di tahun 1453-1478. Tidak diketahui mengenai perjalanan kerajaannya. Namun
ia mempunyai salah satu putra yang bernama raden Patah atau Jin Bun, yang diberi kedudukan sebagi Bupati Demak.
Hanya saja yang menarik, ia mengundurkan diri dan pindah ke gunung Lawu, lalu masuk agama Islam, dimana pengikut
setianya yaitu Sabdapalon dan Noyogenggong sangat menentang kepindahan agamanya. Sehingga, dikenal adanya
semacam sumpah dari Sabdopalon dan Noyogenggong, yang salah satunya mengatakan bahwa sekitar 500 tahun
kemudian, akan tiba waktunya, hadirnya kembali agama budi, yang kalau ditentang, akan menjadikan tanah Jawa
hancur lebur luluh lantak.



KERAJAAN DEMAK

http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama raden Patah/Jin Bun/R. Bintoro
dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas
bantuan daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan kerajaan Islam yang
berpusat di Demak. Putra lainnya bernama Bondan Kejawan/ Lembupeteng di Tarub mengawini Rr. Nawangsih (anak
dari hasil perkawinan antara Joko Tarub dan Rr. Nawangwulan) mempunyai cucu dari anaknya bernama Kyai Ageng
Getas/R. Depok di Pandowo, yaitu Kyai Ageng Selo/Bagus Songgom/Risang Sutowijoyo/Syeih Abdurrahman. Putra lain
dari Brawijaya yang bernama Lembupeteng juga berkedudukan di Gilimangdangin/Sampang, mempunyai cucu buyut
bernama raden Praseno yang menjadi adipati Sampang, berjuluk Cakraningrat I, yang mana putranya yang bernama
pangeran Undakan menggantikannya dan bergelar cakraningrat II, sedang putra yang satunya lagi mempunyai anak
yaitu Trunojoyo. Sedang putri dari Brawijaya yaitu Ratu Pambayun yang kawin dengan Pn. Dayaningrat mempunyai 2
(dua) anak bernama Kebokanigoro dan Kebokenongo/Ki Ageng Pengging yang menjadi teman dekat seorang wali
kontraversial yaitu Syeh Siti Jenar.

Ia akhirnya juga mampu meruntuhkan Majapahit dan sebagai raja Islam pertama bergelar Sultan Demak ia mencapai
kejayaan, tapi sebagai lambang dari tetap berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit dalam bentuk baru, semua alat
upacara dan pusaka dibawa ke Demak. Ia wafat di tahun 1518 dan digantikan oleh putranya bernama Pati Unus atau
pangeran Sabrang Lor bergelar Sultan Demak yang hanya 3 tahun memerintah karena meninggal. Lalu ia digantikan
saudaranya yaitu pangeran Trenggono bergelar Sultan Demak yang memerintah sampai tahun 1548. Dalam memerintah
Trenggono mampu memperluas kerajaan sampai di daerah Pase Sumatra Utara yang dikuasai Portugis, dimana
seorang ulama dari Pase bernama Fatahillah menyeberang ke Demak dan dikawinkan dengan adik raja. Karena
Fatahillah, maka Demak berhasil merebut tempat tempat perdagangan kerajaan Pajajaran di Jawa Barat yang belum
Islam, yaitu Cirebon dan Banten (akhirnya diserahkan Fatahillah oleh Demak).

Di tahun 1522 orang Portugis datang ke Sunda Kalapa (Jakarta sekarang) bekerja sama dengan raja Pajajaran
menghadapi Islam, dimana Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda Kalapa itu. Lalu di tahun 1527 orang Portugis
datang kembali dimana Sunda Kalapa sudah berubah nama menjadi Jayakarta, dibawah kekuasaan Fatahillah yang
tinggal di Banten, sehingga Portugis kalah perang dan meninggalkan daerah tersebut. Sedangkan Trenggono sendiri
walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singhasari, tapi daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan
Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu, yang mana di tahun 1548 ia wafat akibat perang dengan
Pasuruan.

Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama pangeran Prawoto yang
bergelar Sunan Prawoto (1549). Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta
keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang. Tahta Demak dikuasai
Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul kekacauan dimana-mana. Apalagi
ketika adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari adipati japara
berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya menentang Arya Panangsang, yang salah satu dari adipati itu
bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono.

Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh
karena itu ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Dengan demikian,
habislah riwayat kerajaan Islam Demak. Namun menginformasikan kerajaan Demak, kurang komplit kalau belum
menceritakan tentang kedatangan Islam di Jawa dan keberadaan Wali Sanga saat berkuasanya Demak.



Kedatangan Islam ke Jawa

Di Gresik (daerah Leran) ditemukan batu bertahun 1082 Masehi berhuruf Arab yang menceritakan bahwa telah
meninggal seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang beragama Islam. Lalu disekitar tahun 1350 saat
memuncaknya kebesaran Majapahit, di pelabuhan Tuban dan Gresik banyak kedatangan para pedagang Islam dari
India dan dari kerajaan Samudra (Aceh Utara) yang juga awalnya merupakan bagian dari Majapahit, disamping para
pedagang Majapahit yang berdagang ke Samudra. Juga menurut cerita, ada seorang putri Islam berjuluk Putri Cempa
dan Putri Cina yang menjadi isteri salah satu raja Majapahit.

Sangat toleransinya Majapahit terhadap Islam terlihat dari banyaknya makam Islam di desa Tralaya, dalam kota
http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48kerajaan, dengan angka tertua di batu nisan adalah tahun 1369 (saat Hayam Wuruk memerintah). Yang menarik, walau
kuburan Islam tetapi bentuk batu nisannya seperti kurawal yang mengingatkan kala-makara, berangka tahun huruf Kawi,
yang berarti bahwa di abad XIV Islam walau agama baru bagi Majapahit tetapi sebagai unsur kebudayaan telah diterima
masyarakat. Diketahui pula bahwa para pendatang dari barat maupun orang-orang Tionghoa ternyata sebagian besar
beragama Islam, yang terus berkembang dan mencapai puncaknya di abad XVI saat kerajaan Demak.

Wali Sanga (9)

Mereka yang dianggap sebagai penyiar terpenting yang sangat giat menyebarkan agama Islam diberi julukan Wali-Ullah
dan di Jawa dikenal sebagai Wali Sanga (9), yang merupakan dewan Dakwah/Mubaligh. Kelebihan mereka dibanding
kepercayaan/agama penduduk lama adalah tentang kekuatan bathin yang lebih, ilmu yang tinggi dan tenaga gaib.
Sehingga mereka selalu dihubungkan dengan tasawwuf serta sangat kurang dalam pengajaran fiqh ataupun qalam.
Mereka tidak hanya berkuasa dalam agama, tapi juga dalam hal pemerintahan dan politik.

Menurut kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah, Wali Sanga berganti susunan orangnya sebanyak 5 (lima) kali yaitu :

Dewan I tahun 1404 M :



   - Syeh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, ahli mengatur negara, dakwah di Jawa Timur, wafat di Gresik tahun 1419;

   - Maulana Ishaq, asal Samarkan Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai (Singapura) ;

   - Maulana Ahmad Jumadil Kubra, asal Mesir, dakwah keliling, makam di Troloyo - Triwulan Mojokerto;

   - Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib - Maroko, dakwah keliling, makamnya di Jatinom Klaten tahun 1465;

   - Maulana Malik Isro’il, asal Turki, ahli mengatur negara, dimakamkan di Gunung Santri antara Serang Merak di tahun
1435;

   - Maulana Muhammad Ali Akbar, asal Persia/Iran, ahli pengobatan, dimakamkan di Gunung Santri tahun 1435;

   - Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama;

   - Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama;

   - Syeh Subakir, asal Persia, ahli menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat, beberapa waktu di Jawa lalu kembali
dan wafat di persia tahun 1462.

Dewan II tahun 1436 M :



   - Raden Rahmad Ali Rahmatullah berasal dari Cempa Muangthai Selatan, datang tahun 1421 dan dikenal sebagai
Sunan Ampel (Surabaya) menggantikan Malik Ibrahim yang wafat;

   - Sayyid Ja’far Shodiq, asal Palestina, datang tahun 1436 dan tinggal di Kudus sehingga dikenal sebagai Sunan Kudus,
menggantikan malik Isro’il ;

   - Syarif Hidayatullah, asal Palestina, datang tahun 1436 menggantikan Ali Akbar yang wafat.

Dewan III tahun 1463 M :



   - Raden Paku/Syeh Maulana A’inul Yaqin pengganti ayahnya yang pulang ke Pasai, kelahiran Blambangan, putra dari
Syeh Maulana Ishak, berjuluk Sunan Giri dan makamnya di Gresik;

   - Raden Said atau Sunan Kalijaga, putra adipati Tuban bernama Wilatikta, yang menggantikan Syeh Subakir yang
kembali ke Persia;

   - Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Hasanuddin
yang wafat;

   - Raden Qosim atau Sunan Drajad kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Aliyyuddin yang wafat.

Dewan IV tahun 1466 M :



   - Raden Patah putra raja Brawijaya Majapahit (tahun 1462 sebagai adipati Bintoro, tahun 1465 membangun masjid
Demak dan menjadi raja tahun 1468) murid Sunan Ampel, menggantikan Ahmad Jumadil Kubro yang wafat;

   - Fathullah Khan, putra Sunan Gunung jati, menggantikan Al Maghrobi yang wafat.

Dewan V :



   - Raden Umar Said atau Sunan Muria, putra Sunan Kalijaga, yang menggantikan wali yang telah wafat;

http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48   - Syeh Siti Jenar adalah wali serba kontraversial, dari mulai asal muasal yang muncul dengan berbagai versi,
ajarannya yang dianggap menyimpang dari agama Islam tapi sampai saat ini masih dibahas di berbagai lapisan
masyarakat, masih ada pengikutnya, sampai dengan kematiannya yang masih dipertanyakan caranya termasuk dimana
ia wafat dan dimakamkan.

   - Sunan Tembayat atau adipati Pandanarang yang menggantikan Syeh Siti jenar yang wafat (bunuh diri atau dihukum
mati).


KERAJAAN PAJANG

JokoTingkir sebagai raja bergelar Sultan Hadiwijaya (1568-1582), kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri, segera
mendapat pengakuan dari adipati-adipati di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan salah seorang anak
Sultan Prawoto yaitu Arya Pangiri diangkat menjadi adipati Demak. Selain itu, salah seorang yang paling berjasa dalam
membinasakan Arya Penangsang yaitu Kyai Ageng Pemanahan (putra dari Kyai Ageng Anis yang mana Anis adalah
putra Kyai Ageng Selo) diberi imbalan daerah Mataram (sekitar kota Gede dekat Yogyakarta) untuk ditinggali, yang juga
membuat namanya lebih dikenal dengan panggilan Kyai Gede Mataram. Kyai/Ki Ageng Pemanahan dalam waktu
singkat mampu membuat Mataram beserta rakyatnya maju. Namun sebelum dapat ikut menikmati hasil, yang usahanya
dilanjutkan oleh sang anak yaitu Sutowijoyo (terkenal sebagai ahli peperangan yang nantinya ia lebih dikenal bernana
Senapati ing Alaga/panglima perang), di tahun 1575 meninggal. Sedangkan tujuh tahun kemudian (1582) Joko Tingkir
meninggal, yang mana pangeran Benowo seharusnya menggantikannya ternyata disingkirkan Arya Pangiri dan akhirnya
hanya jadi adipati di Jipang.

Arya Pangiri diserang oleh Sutowijoyo yang dibantu pangeran Benowo, yang menghasilkan Sutowijoyo memindahkan
Karaton Pajang ke Mataram dan ia menjadi raja bergelar Panembahan Senopati (1575-1601). Tapi pengangkatan
dirinya sendiri menjadi raja Mataram memperoleh banyak tantangan, karena politik ekspansinya. Kecuali Blambangan
yang tetap bertahan dan belum Islam sesuai cita-cita Sutowijoyo, seluruh Jawa termasuk Cirebon dikuasai. Ia yang
meninggal di tahun 1601 dan dimakamkan di Kota Gede, berhasil meletakkan dasar-dasar kerajaan Mataram.

KERAJAAN MATARAM (Islam)

Penggantinya adalah putranya dari perkawinannya dengan ratu Hadi (putri pangeran Benowo) yang bernama Mas
Jolang, berjuluk Panembahan Seda Krapyak dan bergelar Sultan Hanyokrowati (1601-1613), yang banyak menghadapi
pemberontakan. Kegagalannya menaklukkan Surabaya walau di berbagai daerah berhasil, menyebabkan ia wafat di
tahun 1613 dan dimakamkan di Kota Gede. Kemudian, anaknya yang menggantikan yaitu adipati Martapura yang sakit-
sakitan segera digantikan oleh saudaranya bernama raden Rangsang yang berjuluk Sultan Agung Hanyokrokusuma
(1613-1646).

Di bawah pemerintahan Sultan Agung, Mataram mengalami kejayaan, terhormat dan disegani sampai di luar Jawa.
Karaton yang semula di Kerta dipindahkan ke Plered. Musuh bebuyutan Mataram yaitu Surabaya, dapat ditaklukkan.
Sukadana-Kalimantan dapat juga ditundukkan. Madura dibuat tidak berdaya dan Sultan mengangkat adipati Sampang
menjadi adipati Madura yang bergelar pangeran Cakraningrat I. Akhirnya seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur
bernaung di bawah panji-panji Mataram, yang salah satu cara untuk mengikat para adipati adalah dengan mengawinkan
putri-putri Mataram dengan mereka. Malah Sultan sendiri mengawini putri Cirebon, yang mengakibatkan Cirebon juga
dapat ia kuasai. Namun Cita-citanya mempersatukan Jawa terganjal Kompeni Belanda yang berada di Batavia, sehingga
untuk menaklukkan Banten yang tidak mau mengakuinya harus melenyapkan Kompeni terlebih dahulu. Maka disusunlah
strategi penyerangan.

Saat Gubernur Jenderal dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen sekaligus wakil V.O.C. (Verrenigde Oost- Indische
Compagni), Kompeni di tahun 1928 diserang Mataram walau mengalami kegagalan merobohkan benteng Belanda,
akibat perbekalan pasukan yang habis, di samping Banten yang juga musuh Kompeni tapi hanya janji kosong ikut
menyerang.Tanpa putus asa, Sultan menyerang kembali di tahun 1929, dengan mempersiapkan perahu-perahu berisi
beras di sekitar perairan Batavia serta membuat gudang-gudang beras di Cirebon dan Krawang. Tapi ia gagal lagi,
pasukannya kelaparan dan terjangkit berbagai penyakit akibat kalahnya perahu-perahunya dengan kapal-kapal Belanda
serta gudang-gudang beras yang dibakar oleh mata-mata musuh, walau Coen yang kagum terhadap pasukan Mataram
wafat saat Batavia dikepung pasukan Mataram.

Tanpa lelah, Sultan Agung melakukan penyerangan kembali, dengan sebelumnya mengirim penduduk Jawa Tengah
http://asbabulhikmah.org - TAREKAT ASBABUL HIKMAH Powered by Tarekat Asbabul Hikmah Generated: 3 June, 2009, 21:48dan Sumedang untuk membabat hutan belukar di Krawang menjadi daerah pertanian serta membuat jalan-jalan yang
berhubungan dengan Mataram. Selain itu ia juga bersekutu dengan orang-orang Portugis di Malakka dan orangorang
Inggris di Banten, untuk mempersulit pengiriman beras ke Batavia dan pedagangpedagang yang biasa ke Batavia ia
alihkan langsung ke Malakka. Tapi Saat sedang konsentrasi kepada Kompeni, ada pemberontakan dari Sunan Giri yang
ingin berkuasa di Jawa Timur, yang akhirnya berhasil ia redam termasuk Blambangan yang dapat ditaklukkan walau
tidak lama kemudian bergabung kembali dengan Bali. Sementara itu Belanda semakin kuat dan menguasai laut dengan
mengalahkan orang-orang Portugis.

Saat giat-giatnya Sultan mempersiapkan penyerangan untuk menghapus Belanda, tanpa disangka ia wafat (1646),
sehingga menggagalkan cita-citanya dalam membasmi Kompeni. Yang menarik juga, ia dikenal bukan saja sebagai raja
besar dan panglima ulung, tapi juga sebagai orang Islam yang ta’at beribadah dan menjadi contoh dalam kerajinannya
dalam sholat Jum’at.

Di tahun 1633 ia mengadakan tarikh baru yaitu dari tarikh Saka yang berdasarkan tahun matahari (1 tahun = 365 hari)
menjadi tarikh Jawa-Islam yang berdasarkan tahun bulan (1 tahun= 354 hari), sesuai tarikh Islam. Tahun 1633 itu adalah
tahun Saka 1555 dan tahun Saka ini menjadi tahun Jawa-Islam 1555 pula. Sedangkan untuk memperkokoh dirinya
sebagai pemimpin Islam, ia mengirim utusan ke Mekkah dan yang di tahun 1641 kembali dengan membawa para ahli
agama untuk menjadi penasehat Karaton dan memperoleh gelar Sultan ‘Abdul Muhammad Maulana Matarami.

Pengganti Sultan Agung adalah Mangkurat Agung/Mangkurat I (1646-1677) atau juga dikenal sebagai Sunan Seda
Tegalarum yang bertahta di Kartasura,  dan selanjutnya digantikan oleh Mangkurat Amral / Mangkurat II (1677-1703),
kemudian Mangkurat Mas/Mangkurat III (1703-1704), seterusnya pangeran Puger/Sunan Pakoeboewono I (1708-1719),
lalu Mangkurat Jawi/Mangkurat IV (1719-1727), yang dilanjutkan oleh Sunan Pakoeboewono II (1727-1745) dan
memindahkan karaton ke Surakarta (1745-1749).  Namun saat digantikan putranya yaitu Sunan Pakoeboewono III (1749-
1788), Mataram yang daerahnya sudah semakin sempit akibat kelihaian Belanda terpecah menjadi 2 (dua), yaitu
satunya Surakarta tetap diperintah Sunan Pakoeboewono III, sedangkan Yogyakarta diberikan kepada pamannya
sendiri yang bergelar Sultan Hamengkoeboewono I (1755-1792).

Putra dari pangeran Mangkunagara (salah satu putra Mangkurat IV) yaitu raden mas Said atau dikenal dengan julukan
pangeran Sambernyawa, walau sangat tangguh melawan Kompeni tapi juga rasa hormat terhadap Pakoeboewono III,
akhirnya bersedia bersepakat yang mana raden mas Said diberi kekuasaan serupa raja, tapi dengan beberapa
pengecualian.

Ia bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunagoro I dan berkedudukan di pura Mangkunegaran - Surakarta
(1757-1795). Ini, merupakan hasil dari perjanjian Gianti. Sedangkan di Yogyakarta pada tahun 1812 beberapa putra
Sultan, selain ada yang menggantikan dirinya menjadi Sultan Hamengkoeboewono II (1792-1812), maka salah satu
putranya di tahun 1812 yang barangkali untuk sepadan dengan Surakarta diangkat dan dibentuk pura sejenis
Mangkunegaran dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria (KGPAA) Paku Alam I (1812 -1828).

Karya Kesusasteraan mengenai riwayat pecahnya kerajaan Mataram dalam tahun 1755 dan 1757 yang berubah menjadi
Kasultanan Yogyakarta serta Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, ada pada riwayat /Babad Giyanti karangan
Yasadipura, yang betul betul sebuah sejarah dan sangat menarik dan menceritakan tentang pecahnya Mataram.

Sejak tahun 1945, kerajaan di Surakarta dan di Yogyakarta, mengakui dan melebur menjadi satu dengan Republik
Indonesia, sehingga Karaton-Karaton tersebut disepakati hanya sebagai semacam institusi kekerabatan keluarga besar
Karaton masing-masing, disamping ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar budaya. Kemudian di tahun 2000 ini
pimpinan dari Karaton Surakarta adalah Sunan Pakubuwono XII, pura Mangkunegaran adalah K.G.P.A.A.
Mangkunagoro IX, Karaton Yogyakarta adalah Sultan Hamengkubuwono X dan pura Pakualaman adalah K.G.P.A.A.
Paku Alam IX, dengan segala warisan budayanya yang sangat diharapkan tak akan pernah punah.